Tugas
kelompok 2.1
Setelah kamu
membaca uraian materi pada bagian ini.coba kamu diskusikan dengan secara
berpasangan untuk menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini.Apabila sudah
selesai, komunikasikanlah bersama pasangan lainnya.
- 1. Mengapa para pendiri Negara mengamanatkan bahwa bentuk Negara yang cocok bagi Indonesia adalah Negara kesatuan?
- 2. Menurut pandangan kalian, apa makna masyarakat adil dan makmur itu? Serta bagaimana mewujudkannya?
- 3. Apa makna kedaulatan rakyat dalam pandangan kalian?
- 4. Mengapa kita harus mengutamakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan setiap permasalahan?
- 5. Apa yang akan terjadi apabila kita tidak dapat menjunjung tinggi harkat ,derajat ,dan martabat sebagai bangsa Indonesia?
Jawaban…
1 .)Karena indonesia
terdiri dari suku bangsa yang berbeda,agama,dan kepercayaan,bahasa daerah.Maka dari itu
untuk mempersatukan itu maka dibentuk negara yang pas adalah kesatuan karena
sesuai dengan ideologi pancasila,dan bhineka tunggal ika.Negara Kesatuan
Republik Indonesia (disingkat NKRI), juga dikenal dengan nama Nusantara yang
artinya negara kepulauan. Wilayah NKRI meliputi wilayah kepulauan yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke.
2.) Masyarakat
adil dan makmur adalah masyarakat yang sudah bisa merasakan keadilan, kedamaian
dan ketentraman di lingkungan tempat tinggalnya. cara mewujudkannya yang
pertama kali adalah dari masyarakat itu sendiri, kesadaran diri untuk mentaati
norma dan hukum yang nantinya akan didukung oleh program pemerintah untuk
meningkatkan kemakmuran masyarakat dan negara itu sendiri.
3.) Kedaulatan
adalah kekuasaan yang berada di tangan rakyat. Kekuasaan rakyat bahkan lebih
tinggi dari pada presiden. Presiden hanyalah seseorang yang mewakili rakyat
indonesia yang berfungsi sebagai pengatur jalannya pemerintahan.
4.) Karena
musyawarah dan mufakat efektif untuk memecahkan suatu masalah dengan cara
kekeluargaan.
5.) Bangsa
akan hancur, seiring dengan warga negara yang tidak peduli dengan martabat
negaranya, maka negara akan kehilangan nilai dimata dunia, imbasnya tentu saja
ke pemerintah,pejabat,sampai warga biasa, karena bangsa akan terancam
kehilangan potensi2 ekonomi,sosial,dll dari dunia luar.
Tugas kelompok
3.2
Kalian
sudah mempelajari sistem pemerintahan yang pernah terjadi di Indonesia. Untuk
membandingkan penerapan sistem pemerintahan di Negara lain yang berlaku saat
ini,kalian lakukan kerja kel;ompok untuk.
- 1. Mencari informasi tentang penerapan sistem pemerintah di Negara lain.
- 2. Klafisikasikan Negara mana saja yang menerapkan sistem pemerintahan parlementer , semiparlementer , dan presidensial.
- 3. Pilih salah satu Negara yang menerapkan sistem pemerintahan parlementer, semiparlementer, dan presidensial.
- 4. Lakukanlah analisis terhadap masing-masing Negara tersebut, dilihat dari tugas pokok lembaga-lembaga Negara serta hubungan antarlembaga Negara.
- 5. Buatklah laporan secara tertulis, kemudian presentasikan di depan kelas!
JAWABAN
1.) Sistem
Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer
adalah sebuah sistem permerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting
dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan
cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem
presidensil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden presiden
dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
Dalam presidensil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam
sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja
Sistem parlementer,
terlahir dari adanya pertanggung jawaban menteri. Seperti halnya yang terjadi
di Inggris, di mana seorang raja tak dapat diganggu gugat (the king can do no
wrong), maka jika terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat, menterilah
yang bertanggung jawab terhadap segala tindakan raja. Sebagai contoh, Thomas
Wentworth salah seorang menteri pada masa Raja Karel I dituduh melakukan tindak
pidana oleh majelis rendah. Kemudian karena terbukti, menteri tersebut dijatuhi
hukuman mati oleh majelis tinggi.
Dari pertanggung
jawaban pidana ini, kemudian lahir pertanggung jawaban politik, di mana para
menteri harus bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap
parlemen. Sistem parlemen telah terjadi sejak permulaan abad ke-18 di Inggris.
Dari sejarah ketatanegaraan, dapatlah dikatakan, bahwa sistem parlementer ini
adalah kelanjutan dari bentuk negara Monarchi Konstitusionil, di mana kekuasaan
raja dibatasi oleh konstitusi. Karena itu dalam sistem parlementer, raja atau
ratu dan presiden, kedudukannya adalah sebagai kepala negara. Contoh kedudukan
ratu di Inggris, raja di Muangthai dan presiden di India.
Selanjutnya yang
disebut eksekutif dalam sistem parlementer adalah kabinet itu sendiri. Kabinet
yang terdiri dari perdana menteri dan menteri-menteri, bertanggung jawab
sendiri satau bersama-sama kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan oleh
kabinet tidak dapat melibatkan kepala negara. Karena itulah di Inggris dikenal
istilah “the king can do no wrong”. Pertanggung jawaban menteri kepada parlemen
tersebut dapat berakibat kabinet meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat
kepada kepala negara manakala parlemen tidak lagi mempercayai kabinet.
Sebagai catatan, bahwa
dalam pemerintahan kabinet parlementer, perlu dicapai adanya keseimbangan
melalui mayoritas partai untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri. Kalau
tidak, maka dibentuk suatu kabinet koalisi berdasarkan kerjasama antara
beberapa partai yang bersama-sama mencapai mayoritas dalam badan legislatif.
Beberapa negara, seperti Negera Belanda dan negara-negara Skandinavia, pada
umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan, sekalipun tidak dapat dielakkan
suatu “dualisme antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat”.
a. Ciri-ciri Sistem
Pemerintahan Parlementer
Beberapa ciri dari
sistem pemerintahan parlementer, adalah sebagai berikut :
1) Raja/ratu atau presiden adalah sebagai
kepala negara. Kepala negara ini tak bertanggung jawab atas segala
kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet.
2) Kepala negara tidak sekaligus sebagai
kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Kepala negara
tak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai simbol
kedaulatan dan keutuhan negara.
3) Badan legislatif atau parlemen adalah
satu-satunya badan yang anggotanya dipilih lansung oleh rakyat melalui
pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan
lembaga legislatif.
4) Eksekutif bertanggung jawab kepada
legislatif. Dan yang disebut sebagai eksekutif di sini adalah kabinet. Kabinet
harus meletakkan atau mengembalikan mandatnya kepada kepala negara, manakala
parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri tertentu atau seluruh menteri.
5) Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk
sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai perdana menteri adalah ketua
partai politik yang memenangkan pemilu. Sedangkan partai politik yang kalah
akan berlaku sebagai pihak oposisi.
6) Dalam sistem banyak partai, formatur
kabinet harus membentuk kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat
dukungan kepercayaan dari parlemen.
7) Apabila terjadi perselisihan antara
kabinet dan parlemen dan kepala negara beranggapan kabinet berada dalam pihak
yang benar, maka kepala negara akan membubarkan parlemen. Dan menjadi tanggung
jawab kabinet untuk melaksanakan pemilu dalam tempo 30 hari setelah pembubaran
itu. Sebagai akibatnya, apabila partai politik yang menguasai parlemen menang
dalam pemilu tersebut, maka kabinet akan terus memerintah. Sebaliknya, apabila
partai oposisi yang memenangkan pemilu, maka dengan sendirinya kabinet
mengembalikan mandatnya dan partai politik yang menang akan membentuk kabinet
baru.
Dalam hal terjadinya
suatu krisis kabinet karena kabinet tidak lagi memperoleh dukungan dari
mayorits badan legislatif, kadang-kadang dialami kesukaran untuk membentuk
suatu kabinet baru, oleh karena pandangan masing-masing partai tidak dapat
dipertemukan. Dalam keadaan semacam ini terpaksa dibentuk suatu kabinet
ekstra-parlementer, yaitu suatu kabinet yang dibentuk tanpa formateur kabinet
merasa terikat pada konstelasi kekuatan politik dalam badan legislatif.
Dengan demikian bagi
formateur kabinet cukup peluang untuk menunjuki menteri berdasarkan keahlian
yang diperlukan tanpa menghiraukan apakah dia mempunyai dukungan partai.
Kalaupun ada menteri yang merupakan anggota pertai, maka secara formil dia
tidak mewakili partainya. Biasanya suatu kabinet ekstra-parlementer mempunyai
program kerja yang terbatas dan mengikat diri untuk menangguhkan pemecahan
masalah-masalah yang bersifat fundamental.
Menurut sejarah
ketatanegaraan Belanda, terdapat beberapa macam kabinet ekstra-parlementer :
Zaken Kabinet, yaitu
suatu kabinet yang mengikat diri untuk menyelenggarakan suatu program yang
terbatas.
National Kabinet
(kabinet nasional), yaitu suatu kabinet yang menteri-menterinya diambil dari
pelbagai golongan masyarakat. Kabinet semacam ini biasanya dibentuk dalam
keadaan kritis, di mana komposisi kabinet diharap mencerminkan persatuan
nasional.
Akan tetapi di beberapa
negara lain, termasuk Republik Perancis ke IV (1946-1958) dan Indonesia sebelum
1959, keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif tidak tercapai
dan ternyata muncul dominasi badan legislatif (secara langsung atau tidak
langsung) yang akibatnya cukup mengganggu kontinuitas kebijaksanaan pemerintah.
Di Perancis efeknya tidak terlalu mengganggu, oleh karena aparatur pemerintahan
dapat berjalan terus, akan tetapi di Indonesia setiap krisis kabinet mempunyai
akibat yang bersifat distruktif dan mengganggu kelancaran jalannya
pemerintahan, karena lemahnya aparatur administratif.
Sistem Pemerintahan
Presidensial
Dalam sistem
pemerintahan presidensial, kedudukan eksekutif tak tergantung pada badan
perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan
kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, seorang presiden menunjuk
pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka
itu hanya bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet itu tak
tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan
kepercayaan dari badan perwakilan rakyat, maka menteri-pun tak bisa
diberhentikan olehnya.
Sistem ini terdapat di
Amerika Serikat yang mempertahankan ajaran Montesquieu, di mana kedudukan tiga
kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif dan legislatif, terpisah satu sama
lain secara tajam dan saling menguji serta saling mengadakan perimbangan (check
and balance). Kekuasaan membuat undang-undang ada di tangan congress, sedangkan
presiden mempunyai hak veto terhadap undang-undang yang sudah dibuat itu.
Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan pemimpin-pemimpin departemen, yaitu
para menteri yang tidak bertanggung jawab pada parlemen. Karena presiden
dipilih oleh rakyat, maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab
kepada rakyat.
Pelaksanaan kekuasaan
kehakiman menjadi tanggung jawab Supreme Court (Mahkamah Agung), dan kekuasaan
legislatif berada di tangan DPR atau Konggres (Senat dan Parlemen di Amerika).
Dalam Praktiknya, sistem presidensial menerapkan teori Trias Politika
Montesqueu secara murni melalui pemisahan kekuasaaan (Separation of Power ).
Contohnya adalah Amerika dengan Chek and Balance. Sedangkan yang diterapkan di
Indonesia adalah pembagian kekuasaan (Distribution of Power).
a. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensial
1) Penyelenggara negara berada di tangan
presiden. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.
Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau
suatu dewan/majelis
2) Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh
presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab
kepada parlemen/legislatif
3) Presiden tidak bertanggung jawab kepada
parlemen karena ia tidak dipilih oleh parlemen
4) Presiden tak dapat membubarkan parlemen
seperti dalam sistem parlementer
5) Parlemen memiliki kekuasaan legislatif
dan menjabat sebagai lembaga perwakilan. Anggotanya pun dipilih oleh rakyat
6) Presiden tidak berada di bawah pengawasan
langsung parlemen
b. Kelebihan dan
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem Pemerintahan
Presidensial
Kelebihan Kekurangan
Badan eksekutif lebih
stabil kedudu-kannya karena tidak tergantung pada parlemen
Masa jabatan badan
eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan
presiden Amerika Serikat adalah 4 tahun dan presiden Indonesia selama 5 tahun
Penyusunan program
kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya
Legislatif bukan tempat
kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen
sendiri.
Kekuasaan eksekutif di
luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak
Sistem pertanggung
jawabannya kurang jelas
Pembuatan
keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dengan
legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang
lama.
Menyadari adanya
kelemahan dari masing-masing sistem pemerintahan, negara-negara pun berusaha
memperbaharui dan berupaya mengkombinasikan dalam sistem pemerintahannya Hal
ini dimaksudkan agar kelemahan tersebut dapat dicegah atau dikendalikan. Misalnya,
di Amerika Serikat yang menggunakan sistem presidensial, maka untuk mencegah
kekuasaan presiden yang besar, diadakanlah mekanisme cheks and balance,
terutama antara eksekutif dan legislatif.
Menurut Rod Hague, pada
sistem pemerintahan presidensial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu :
1) Presiden yang dipilih rakyat, menjalankan
pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
2) Masa jabatan yang tetap bagi presiden dan
dewan perwakilan, keduanya tidak bisa saling menjatuhkan (menggunakan kekuasaan
secara sewenang-wenang).
3) Tidak ada keanggotaan yang tumpang tindih
antara eksekutif dan legislative
Sistem Pemerintahan Referendum
Sebagai variasi dari
kedua sistem pemerintahan parlementer dan presidensial adalah sistem
pemerintahan referendum. Di negara Swiss, di mana tugas pembuat Undang-undang
berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu
dilakukan dalam bentuk referendum yang terdiri dari referendum obligatoir,
referandum fakultatif, dan referandum konsultatif.
Referandum Obligatoir,
adalah referandum yang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan langsung dari
rakyat sebelum suatu undang-undang tertentu diberlakukan. Persetujuan dari
rakyat mutlak harus diberikan dalam pembuatan suatu undang-undang yang mengikat
seluruh rakyat, karena dianggap sangat penting. Contoh, adalah persetujuan yang
diberikan oleh rakyat terhadap pembuatan undang-undang dasar.
Referendum Fakultatif,
adalah referandum yang dilaksanakan apabila dalam waktu tertentu sesudah suatu
undang-undang diumumkan dan dilaksanakan, sejumlah orang tertentu yang punya
hak suara menginginkan diadakannya referandum. Dalam hal ini apabila referandum
menghendaki undang-undang tersebut dilaskanakan, maka undang-undang itu terus
berlaku. Tetapi apabila undang-undang itu ditolak dalam referandum tersebut,
maka undang-undang itu tidak berlaku lagi.
Referandum Konsultatif,
adalah referandum yang menyangkut soal-soal teknis. Biasanya rakyat sendiri
kurang paham tentang materi undang-undang yang dimintakan persertujuaannya.
Fokus Kita :
Referandum berasal dari
kata “refer” yang berarti mengembalikan. Sistem referandum berarti pelaksanaan
pemerintahan didasarkan pada pengawasan secara langsung oleh rakyat, terutama
terhadap kebijaksanaan yang telah, sedang, atau yang akan dilaksanakan oleh
badan legislatif atau eksekutif.
Pada pemerintahan
dengan sistem referandum, pertentangan yang terjadi antara eksekutif
(bundesrat) dan legislatif (keputusan daripada rakyat) jarang terjadi.
Anggota-anggota dari bundesrat ini dipilih oleh bundesversammlung untuk waktu 3
tahun lamanya dan bisa dipilih kembali.
Keuntungan dari sistem
referendum adalah, bahwa pada setiap masalah negara rakyat langsung ikut serta
menanggulanginya. Akan tetapi kelemahannya adalah tidak setiap masalah rakyat
mampu menyelesaikannya karena untuk mengatasinya perlu pengetahuan yang cukup
harus dimiliki oleh rakyat itu sendiri. Sistem ini tak bisa dilaksanakan jika
banyak terdapat perbedaan paham antara rakyat dan eksekutif yang menyangkut
kebijaksanaan politik. Keuntungan yang lain ialah, bahwa kedudukan pemerintah
itu stabil sehingga membawa akibat pemerintah akan memperoleh pengalaman yang
baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyatnya.
Sistem Parlemen Satu Kamar dan Dua Kamar
a. Sistem Parlemen Satu
Kamar
Timbulnya pemikiran
terhadap parelemen sistem satu kamar, didasarkan pada pemikiran bahwa apabila
majelis tingginya demokratis, hal itu semata-mata mencerminkan majelis rendah
yang juga demokratis dan karenanya hanya merupakan duplikasi saja. Teori yang
mendukung pandangan ini berpendapat bahwa fungsi kamar kedua, misalnya meninjau
atau merevisi undang-undang, dapat dilakukan oleh komisi parlementer, sementara
upaya menjaga konstitusi selanjutnya dapat dilakukan melalui konstitusi yang
tertulis.
Banyak negara yang kini
mempunyai parlemen dengan sistem satu kamar dulunya menganut sistem dua kamar
dan belakangan menghapuskan majelis tingginya. Salah satu alasannya ialah
karena majelis tinggi yang dipilih hanya bertumpang tindih dengan majelis
rendah dan menghalangi disetujuinya undang-undang. Contohnya adalah kasus
Landsting di Denmark (dihapuskan tahun1953). Alasan lainnya adalah karena
majelis yang diangkat terbukti tidak efektif. Contohnya adalah kasus Dewan
Legislatif di Selandia Baru (dihapuskan tahun 1951).
Beberapa hal terkait
dengan parlemen sistem satu kamar adalah sebagai berikut :
Para pendukung,
menyatakan bahwa sistem satu kamar mencatat perlunya pengendalian atas
pengeluaran pemerintahan dan dihapuskannya pekerjaan yang berganda yang
dilakukan oleh kedua kamar.
Para pengkritik, bahwa
sistem satu kamar menunjukkkan adanya pemeriksaan dan pengimbangan ganda yang
diberikan oleh sistem dua kamar dan dapat menambah tingkat konsensus dalam
masalah legislatif.
Kelemahan sistem satu
kamar, ialah bahwa wilayah-wilayah urban yang memiliki penduduk yang lebih
besar akan mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada wilayah-wilayah
pedesaan yang penduduknya lebih sedikit. Satu-satunya cara untuk membuat
wilayah yang penduduknya lebih sedikit terwakili dalam pemerintahan kesatuan
adalah menerapkan sistem dua kamar, seperti misalnya pada periode awal Amerika
Serikat.
Beberapa pemerintahan
sub-nasional yang menggunakan sistem legislatif satu kamar antara lain adalah
negara bagian Nebraska di Amerika Srikat, Queensland di Australia, semua
provinsi dan atau wilayah di Kanada dan Bundesländer Jerman (Bavaria
menghapuskan Senatnya pada tahun 1999). Adapun di Britania Raya, Parlemen
Skotlandia, Dewan Nasional Wales dan Dewan Irlandia Utara yang telah meramping
juga menganut sistem satu kamar.
Semua dewan legislatif
kota praktis juga satu kamar dalam pengertian bahwa dewan perwakilan rakyat
daerah tidak dibagi menjadi dua kamar. Hingga awal abad ke-20, dewan-dewan kota
yang dua kamar lazim ditemukan di Amerika Serikat.
2.)
Negara
dengan sistem perintahan Parlementer (republik):
Albania
Bangladesh
Bosnia Herzegovina
Botswana
Bulgaria
Cape Verde
Croatia
Republik Ceko
Dominica
Timor Leste
Estonia
Ethiopia
Finlandia
Jerman
Yunani
Hungaria
Islandia
India
Iraq
Irlandia
Israel
Italia
Kiribati
Kyrgyzstan
Latvia
Lebanon
Libya
Lithuania
Macedonia
Malta
Kepulauan Marshall
Mauritius
Micronesia
Moldova
Mongolia
Montenegro
Nauru
Nepal
Pakistan
Polandia
Samoa
San Marino
Serbia
Singapura
Slovakia
Slovenia
Somalia
Afrika Selatan
Swiss
Trinidad Tobago
Turki
Vanuatu
Negara dengan sistem pemerintahan
parlementer (monarki):
Antigua dan Barbuda
Australia
Bahama
Bahrain
Belanda
Barbados
Belgia
Belize
Bhutan
Kamboja
Canada
Denmark
Grenada
Inggris Raya
Jamaika
Jepang
Jordania
Lesotho
Liechtenstein
Luxemburg
Kuwait
Malaysia
Monaco
Moroko
Selandia Baru
Norwegia
Papua Nugini
Saint Kitts dan Nevis
Saint Lucia
Saint Vincent dan Grenadines
Samoa
Kepulauan Solomon
Spanyol
Swedia
Thailand
Tonga
Tuvalu
Negara dengan sistem pemerintahan
Presidensial:
Amerika Serikat
Afghanistan
Angola
Argentina
Benin
Bolivia
Brazil
Burundi
Chile
Colombia
Comoros
Costa Rica
Cyprus
Dominican Republic
Ecuador
El Salvador
Gambia
Ghana
Guatemala
Honduras
Indonesia
Iran
Kenya
Liberia
Malawi
Maladewa
Mexiko
Nicaragua
Nigeria
Palau
Panama
Paraguay
Filipina
Seychelles
Sierra Leone
Sudan Selatan
Turkmenistan
Uruguay
Venezuela
Zambia
Zimbabwe
3.)
PARLEMENTER:
1.
Inggris
·
Kepala negara adalah raja, ratu sifatnya simbolis tidak dapat diganggu
gugat.
·
UU dalam penyekenggaraan negara berrsifat konvensi.
·
Kekuasaan pemerintah ada di tangan Perdana Menteri.
·
Kabinet yang tidak memperoleh kepercayaan dari badan legislatif harus
meletakkan jabatannya.
·
Perdana Menteri sewaktu-waktu dapat mengadakan pemilu.
·
Hanya ada 2partai besar yaitu konservatif dan partai buruh.
PRESIDENSIAL
1.
Negara Republik Indonesia (presidensial)
·
Bentuk negara adalah kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas dengan 35
provinsi termasuk daerah istimewa.
·
Bentuk pemerintahan adalah republik dengan sistem presidensial.
·
Pemegang kekuasaan eksekutif adalah presiden sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan.
·
Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan serta bertanggungjawab
kepada presiden.
·
Parlemen pemegang kekuasaan Eksekutif yang terdiri dari 2 kamar yaitu
DPR dan DPD yang merupakan sekaligus anggota MPR. Anggota DPR dipilih rakyat melalui pemilu
dengan sitem proporsional terbuka, DPD
dipilih rakyat secara langsung melalui pemilu yang berasal dari masing-masing
provinsi sejumlah 4 orang setiap provinsi dengan sistem pemilihan distrik
perwakilan banyak.
·
Kekuasaan Yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan peradilan
di bawahnya.
4.)
1. MPR dengan DPR
hubungan antar MPR dan DPR di atur di
dalam :
a. UUD
1945 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari
daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan
Undang-Undang.”
b. UUD
1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas
usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “
c. UUD
1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.”
d. UUD
1945 pasal 7B ayat 6 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib
menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut
paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima
usul tersebut.”
2. MPR
dengan DPD
Hubungan antara MPR dan DPD dia atur
didalam UUD 1945 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat
terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan
utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang
ditetapkan dengan Undang-Undang.
3. MPR
dengan Presiden
Hubungan antar MPR dan Presiden di atur
di dalam :
a. UUD
1945 pasal 3 ayat 2 yang berbunyi, ”Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik
Presiden dan/atau Wakil Presiden”
b. UUD
1945 pasal 3 ayat 3 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
Undang-Undang Dasar.”
c. UUD
1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas
usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “
d. UUD
1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.”
e. UUD
1945 pasal 7B ayat 7 yang berbunyi, “Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat
atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam
rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden
dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat
paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
f. UUD
1945 pasal 8 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal terjadi kekosongan Wakil
Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis
Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden
dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
0 comments: