Sejarah singkat Daulah Umayyah
Daulah Umayyah adalah negara Islam yang memiliki sejarah
besar dan pengaruh yang luas dalam penyebaran agama Islam. Daulah ini berhasil
mempersatukan wilayah dari Cina hingga Prancis bagian Selatan di bawah satu
naungan kekhalifahan Islam, Kekhalifahan Bani Umayyah.
Masa ini adalah masa keemasan Islam, masa dimana generasi
terbaik Islam hidup bahkan di antara mereka menduduki kursi pemerintahan. Masa
ini adalah masa dimana para sahabat Nabi masih hadir membimbing umat. Masa ini
adalah masa berkumpulnya tiga generasi terbaik; sahabat, tabi’in, dan tabi’
tabi’in. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian
generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
Dari negeri-negeri taklukkan, Daulah Umayyah lahirlah
putra-putra terbaik Islam semisal Imam Bukhari, Muslim, an-Nasa-i, Tirmidzi,
Ibnu Khaldun, ath-Thabari, adz-Dzahabi, dan tokoh-tokoh lainnya.
Semestinya hal ini cukup membuat orang-orang setelah
mereka memuji mereka dan mendoakan kebaikan untuk mereka atas jasa yang telah
mereka usahakan untuk Islam dan kaum muslimin.
Wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Terbentang
dari sebagian wilayah Cina hingga Selatan Prancis. Artinya, Bani Umayyah telah
menyebarkan Islam ke berbagai negara di belahan dunia.
Namun, orang-orang lebih pandai melihat cela kemudian
jasa-jasa besar itu pun seolah-olah tiada artinya. Beberapa kejadian buruk di
masa pemerintahan inilah yang selalu diangkat dan diulang-ulang, terutama oleh
kalangan musuh-musuh Islam. Sehingga hal itu cukup berpengaruh di sebagian umat
Islam.
Munculnya Daulah Umayyah
Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan pada tahun 41 H
dengan penyerahan kekuasaan oleh cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
al-Hasan bin Ali, kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Al-Hasan radhiallahu ‘anhu
melakukan hal itu untuk menjaga persatuan dan terjaganya darah kaum muslimin
setelah sebelumnya terjadi perpecahan.
Munculnya daulah ini membuat posisi orang-orang penyebar
fitnah perpecahan terpojok dan membuat cita-cita mereka pupus. Karena mereka
hanya menginginkan kejelekan untuk umat Islam. Mereka menginginkan peperangan
dan perpecahan umat ini terus berlangsung.
Penyerahan kekuasaan yang dilakukan oleh cucu Rasulullah
menunjukkan bahwa berdirinya kekhalifahan ini tidak dengan cara-cara yang tidak
disyariatkan seperti memberontak dan lain sebagainya.
Periodesasi
Daulah Umayyah dibangun dan diperkuat pondasinya pada
masa pemerintahan dua khalifah, yakni pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi
Sufyan dan anaknya Yazid bin Muawiyah. Proses tersebut berlangsung dari tahun
41 H sampai 64 H.
Periode berikutnya adalah periode fitnah. Berlangsung
antara tahun 64 H sampai 86 H, yakni pada masa Khalifah Muawiyah bin Yazid,
Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Marwan. Pada masa ini terjadi pemberontakan
terhadap penguasa dan peperangan sesama umat Islam.
Perideo berikutnya adalah periode kekuatan, sama halnya
dengan periode Muawiyah dan Yazid. Berlangsung antara tahun 86 H sampai 125 H.
Yaitu pada masa Khalifah al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan, Sulaiman bin
Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan, Yazid bin Abdul Malik, dan Hisyam
bin Abdul Malik.
Periode kemunduran hingga jatuhnya kekhalifahan Bani
Umayyah terjadi antara tahun 125 H hingga 132 H. Pada masa ini banyak terdapat
khalifah dalam satu negara.
Dengan demikian periode keemasan Daulah Bani Umayyah
terbagi menjadi dua fase, antara tahun 41–64 H dan 86–125 H. Begitu pula masa
kemundurannya terbagi menjadi dua fase, antara tahun 64–86 H (tidak sampai
menyebabkan kekhalifahan runtuh) dan 125–132 H ditandai dengan runtuhnya
kekhalifahan.
Khalifah Pertama: Muawiayah bin Abi
Sufyan
Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu memeluk Islam
pada tahun 7 H. Ia adalah saudara ipar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Karena istri Nabi, Ummu Habibah binti Abi Sufyan, merupakan saudari
dari Muawiyah. Ia juga penulis wahyu Alquran dan periwayat hadits-hadits Nabi.
Dari sini kita bisa ketahui, orang yang mencela Muawiyah adalah mereka yang
menghendaki batalnya apa yang diriwayatkan Muawiyah yakni Alquran dan hadits.
Muawiyah adalah seorang yang ahli dalam kepemimpinan.
Tidak heran sedari zaman Rasulullah hingga zaman Utsman bin Affan, ia diberikan
amanat yang besar. Rasulullah mengamanitinya sebagai penulis wahyu, Umar dan
Utsman menjadikannya sebagai gubernur Syam. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak
ada penguasa kaum muslimin yang lebih baik dibanding Muawiyah, jika
dibandingkan dengan masa setelahnya. Adapun jika dibandingkan dengan masa Abu
Bakar dan Umar, barulah terlihat ada penguasa yang lebih utama”.
(Minhajussunnah, 6: 232). Demikian juga pendapat ahli sejarah semisal
al-Ya’qubi dan al-Mas’udi.
Kebaikan di sini termasuk dalam kepiawaian dalam
kepemimpinan. Muawiyah lebih baik dari Umar bin Abdul Aziz, Shalahuddin
al-Ayyubi, Muhammad al-Fatih, dll.
Abdullah bin Mubarok – gurunya Imam Bukhari – (w. 181 H)
pernah mengatakan,
تراب في أنف معاوية أفضل من عمر بن عبد العزيز
“Debu yang masuk ke hidungnya Muawiyah, lebih baik dari
pada Umar bin Abdul Aziz.”
Khalifah Kedua: Yazid bin Muawiyah
Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu wafat,
putranya Yazid menggantikan kedudukannya sebagai khalifah. Muawiyah memilih
Yazid karena menurutnya pengangkatan Yazid akan meredam gejolak dan fitnah. Ia
menyadari di saat itu ada orang-orang yang utama semisal Husein bin Ali bin Abi
Thalib, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Umar, dll. Namun memilih mereka
dikhawatirkan akan terjadi pemberontakan dari kalangan Bani Umayyah yang
memiliki kekuatan di saat itu.
Singkat cerita, pengangkatan Yazid memang dipandang
kontroversial namun kenyataannya tidaklah seperti penilaian orang-orang pada
saat ini. Mari kita serahkan penilaian terhadap Yazid kepada seseorang yang
shaleh yang hidup sezaman dengan Yazid, bukan kepada orang-orang yang hidup
setelah Yazid dan diperparah seandainya mereka bukan orang yang shaleh.
Penilaian itu kita serahkan kepada salah seorang anak Ali bin Abi Thalib,
saudara beda ibu dari Hasan dan Husein, dan ulama di masa tabi’in, yakni
Muhammad al-Hanafiyah.
Ibnu Muthi` berkata kepada Muhammad al-Hanafiyah,
“Sesungguhnya Yazid itu meminum khamr dan meninggalkan shalat”. Ia mengajak
Muhammad al-Hanafiyah untuk memberontak kepada Yazid. Lalu Muhammad
al-Hanafiyah menjawab, “Aku tidak melihat pada dirinya seperti apa yang kalian
katakan. Aku datang di majlisnya dan tinggal bersamanya, kulihat ia adalah
seorang yang tekun dalam shalat, semangat mengerjakan kebaikan, bertanya
tentang fikih, dan memegang erat sunnah”.
Ibnu Muthi’ dan orang-orang yang bersamanya menjawab,
“Hal itu ia buat-buat dihadapanmu”. Muhammad menjawab, “Apa yang ia takutkan
dan harapkan dariku? Apakah kalian bisa memperlihatkan kepadaku apa yang kalian
katakana terhadapnya?” Tantang Muhammad al-Hanafiyah.
Mereka menjawab, “Sesungguhnya kabar yang kami dengar itu
bagi kami adalah kenyataan, walaupun kami belum pernah melihatnya”. Kata
Muhammad, “Demi Allah, penilaian seperti itu hanyalah hak bagi orang-orang yang
benar-benar melihatnya.” (Huqbah min at-Tarikh, Hal: 138-139).
Syaikh Utsman al-Khomis mengatakan, “Kefasikan yang
dinisbatkan kepada pribadi Yazid seperti meminum khamr, mempermainkan hukum,
kejal, dll. Tidaklah bersumber dari berita yang shahih” (Huqbah min at-Tarikh,
Hal: 139). Berita-berita demikian dibuat-buat oleh orang-orang yang membenci
Yazid lalu kemudian menjadi santapan para orientalis untuk menyerang bobroknya
kekhalifahan Islam, meskipun masanya tidak jauh dari zaman Nabi. Sangat
disayangkan hal ini ditelah mentah-mentah oleh generasi Islam yang belakangan.
Setelah Yazid diangkat seluruh
sahabat yang hidup saat itu termasuk Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar
membaiat Yazid membaiat Yazid kecuali
Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair. Dan pada masa pemerintahannya Yazid
sangat memuliakan ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Periode Kekacauan
Setelah Yazid wafat, terjadilah kekosongan posisi
khalifah. Abdullah bin Zubair yang tinggal di Mekah segera mendeklarasikan diri
sebagai khalifah. Namun, tokoh-tokoh sahabat dan tabi’in semisal Abdullah bin
Umar bin al-Khattab, Nu’man bin Basyir, Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
(Muhammad al-Hanafiyah), Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, dan Said bin
al-Musayyib tidak menyetujui apa yang dilakukan Abdullah bin Zubair.
Mulailah terjadi kekacauan dalam Daulah Umayyah.
Kekacauan terus berlangsung antara tahun 64H–86H pada masa Khalifah Muawiyah
bin Yazid, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Marwan.
Pada masa ini, dua khalifah yakni Marwan bin Hakam dan
putranya, Abdul Malik bin Marwan, menjadi titik balik perubahan dan meletakkan
sendi-sendi kebangkitan kekhalifahan.
a. Kebangkitan Militer
Setelah mengalami periode sulit, Daulah Umayyah
berhasil bangkit kembali dari keterpurukan. Masa itu bisa dikatakan periode
kekuatan yang kedua. Dimulai dari masa Khalifah al-Walid bin Abdul Malik dan
berakhir pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
Pada masa ini, semangat jihad begitu menggelora.
Sebagian besar anggaran pembelanjaan negara disalurkan pada bidang militer.
Gaji tentara dinaikkan. Jaminan terhadap kesejahteraan keluarga tentara
ditingkatkan, seperti diberi perumahan, lahan pertanian, dan berbagai jaminan.
Alat utama sistem senjata dan sistem pertahanan semakin diperkuat. Realisasinya
berupa pembangunan benteng, mercusuar, parit-parit pertahanan, dll.
Di setiap kota dibangun markas tentara, masjid-masjid,
sekolah, dan pasar sebagai pusat perekonomian. Selain itu, dibuat juga
pabrik-pabrik
pembuatan kapal untuk angkatan laut di Kota Arce.
Kemudian diikuti daerah-daerah lainnya seperti di Syam, Mesir, dan Tunisia.
Pada masa ini juga terjadi penaklukkan besar-besaran,
yang belum pernah terjadi di masa Khulafaur Rasyidin. Kekuasaan Daulah Islam
Umayyah kian meluas, terbentang dari Cina, Andalusia, hingga bagian selatan
Perancis. Pintu-pintu Constantinopel sudah mulai diketuk dan bergetar.
Laut-laut Romawi berganti menjadi wilayah Islam. Pada masa inilah Islam mulai
tersebar di tiga benua; Asia, Afrika, dan Eropa.
Keadaan tersebut membuat orang-orang semakin
berbondong-bondong masuk ke dalam Islam. Mereka memeluk Islam tanpa paksaan dan
tanpa ancaman pedang. Mereka mengenal kemuliaan Islam, prinsip persamaan dan
persaudaraan, dan mengenal kemudahan yang diajarkan Islam. Ketertarikan pun
muncul dari kelemah-lembutan tersebut.
Dampaknya, bahasa Arab menjadi kebanggaan di penjuru
dunia. Di Asia, Eropa, dan Afrika, orang-orang berbicara dengan bahasa Arab.
Dunia mengenal nama-nama besar semisal Qutaibah bin Muslim, Muhammad bin al-Qashim ats-Tsaqafi, Musa bin Nushair, Thariq bin Ziyad, dll.
b. Kebangkitan Ulama
Di antara keistimewaan Daulah Umayyah adalah banyaknya
muncul para ulama dan ahli fikih. Yang pertama dan utama tentu saja generasi
sahabat radhiallahu ‘anhum yang hidup di tengah-tengah masa
ini. Mereka mewariskan peradaban dan ilmu yang begitu tinggi dalam agama,
politik, dan social kemasyarakatan. Kemudian generasi tabi’in yang menimba ilmu
dari para sahabat dan kemudian mewarisinya ke generasi berikutnya, generasi
tabi’ tabi’in.
Tidak hanya rakyatnya, bahkan di antara khalifah Bani
Umayyah adalah ulama terkemuka seperti Muawiyah bin Abi Sufyan, seorang sahabat
agung, penulis wahyu Alquran. Ada juga Umar bin Abdul Aziz, seorang tabi’in
yang diakui keilmuan dan ketawadhuannya, dll.
Para khalifah Bani Umayyah dikelilingi dan bersahabat
dengan para ulama dan ahli fikih. Jika kita membaca biografi-biografi para
sahabat dan tabi’in betapa seringnya kita temui mereka duduk bersama para
khalifah dan memberikan nasihat. Baik dialog langsung ataupun surat-menyurat.
Tidak sedikit di antara khalifah yang menangis membaca dan mendengar nasihat
dari para ulama tersebut. Hal ini menunjukkan ketawadhuan dan kelembutan hati
para khalifah Bani Umayyah.
c. Masyarakat Madani
Sebagian penulis sejarah berbohong tentang keadaan
masyarakat Daulah Umayyah. Atau mereka membesar-besarkan sebagian kejadian
terhadap sekelompok orang di masyarakat seolah-olah itulah keadaan masyarakat
di masa Daulah Bani Umayyah. Keadaan masyarakat di zaman ini sangat dekat
dengan ulama. Bacalah kisah mengenai seorang tabi’in Thawus bin Kaisan, bagaimana keadaannya ketika beliau wafat. Manusia
penuh sesak menghadiri pemakamannya hingga jenazahnya pun sulit dikeluarkan
dari rumahnya karena demikian sesaknya orang yang hadir. Hingga gubernur Mekah
terpaksa mengirim pengawalnya untuk menghalau orang-orang yang mengerumuni
jenazahnya agar bisa diurus sebagaimana mestinya. Orang yang turut menshalatkan
banyak sekali, hanya Allah yang mampu menghitungnya, termasuk di dalamnya
Amirul Mukminin Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan.
Masyarakat yang agamis ini tidak lepas dari peranan
khalifah-khalifah Bani Umayyah yang begitu serius menjaga ajaran Islam yang
murni. Membersihkannya dari khurofat-khurofat. Terutama di wilayah-wilayah yang
baru mengenal Islam.Pemerintah Bani Umayyah juga mendorong masyarakatnya untuk
terus membangun peradaban yang tinggi. Mendukung kegiatan-kegiatan pendidikan
dan penerjemahan. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas ilmu-ilmu
agama dan syair Arab semata, akan tetapi diikuti juga oleh ilmu-ilmu pasti.
Perkembangan ini juga terjadi pada bidang industri dan perdagangan.
Profil Khalifah-Khalifah di Masa Kejayaan
a. al-Walid bin Abdul Malik
Khalifah al-Walid sangat perhatian dengan pembangunan
masjid di wilayah-wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Di antara kebijakan strategis
lainnya yang ia lakukan adalah pembangunan jalan raya menuju Hijaz (daerah yang
meliputi Jeddah, Mekah, dan Madinah) untuk memudahkan jamaah haji bersafar
menuju daerah tersebut. Ia juga memerintahkan Gubernur Madinah, yang saat itu
dijabat oleh Umar bin Abdul Aziz, untuk menggali sumur-sumur di Madinah dan
menyiapkan petugas khusus untuk memberi minum jamaah.
Untuk memperkuat militer, ia mengangkat seorang yang
keras seperti Hajjaj bin Yusuf. Meskipun Hajjaj adalah sosok yang kontroversi,
namun Hajjaj berhasil memunculkan orang-orang seperti Muhammad al-Qashim dan
Qutaibah bin Muslim yang berhasil menaklukkan berbagai wilayah. Pada masa
pemerintahan al-Walid juga muncul pahlawan-pahlawan semisal Musa bin Nushair
dan Thariq bin Ziyad.
Secara umum, masa pemerintahannya adalah masa-masa
yang stabil. Umat Islam berhasil mencapai Cina di Timur hingga Andalus di Barat.
Al-Walid bin Abdul Malik wafat pada pertengahan bulan Jumadil Akhir tahun 96 H.
Ia menunjuk saudaranya Sulaiman bin Abdul Malik sebagai khalifah setelahnya.
b. Sulaiman bin Abdul Malik
Dengan segala yang ada padanya sebagai manusia, secara
umum Sulaiman bin Abdul Malik rahimahullahadalah seorang khalifah
yang shaleh. Hal itu terlihat dari pidatonya saat diangkat menjadi khalifah.
Dari Jabir bin Aun al-Asadi, ia berkata, “Kalimat pertama yang disampaikan
Sulaiman bin Abdul Malik dalam pidatonya saat dikukuhkan sebagai khalifah
adalah:
“Segala puji bagi Allah, segala yang Dia kehendaki
terjadi. Apa yang Dia inginkan terangkat, maka terangkat. Apa yang Dia mau
terjatuh, maka terjatuh. Orang yang Dia kehendaki, maka Dia beri dan orang yang
Dia kehendaki (untuk tidak mendapatkan), maka ia terhalangi. Dunia ini adalah
negeri yang menipu. Wahai hamba Allah, jadikanlah kitab Allah sebagai imam,
ridhailah hukum yang ditetapkannya. Jadikanlah ia sebagai pemimpin. Ia adalah
kitab yang telah menghapus hukum-hukum sebelumnya dan tidak akan ada kitab
setelahnya yang menghapus hukumnya.”
Bukti keshalehan lainnya adalah terlihat dari
teman-teman dekatnya yang ia jadikan sebagai penasihat seperti Umar bin Abdul
Aziz dan tokoh tabi’in Raja’ bin Haiwah.
Pada tahun 97 H, Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul
Malik menunaikan ibadah haji bersama Umar bin Abdul Aziz. Di hari Arafah,
Sulaiman dan Umar wukuf di Arafah. Sulaiman merasa bahagia dengan banyaknya
umat Islam yang berkumpul memenuhi panggilan Allah. Sulaiman berkata kepada Umar,
“Lihatlah mereka, yang jumlahnya hanya Allah saja yang bisa menghitungnya.
Tidak ada yang menanggung rezeki mereka kecuali Allah”. Umar bin Abdul Aziz
menanggapinya, “Mereka adalah rakyatmu hari ini, tetapi besok kamu akan ditanya
tentang mereka.” Dalam riwayat lain, “Mereka adalah orang-orang yang akan
menuntutmu di hari kiamat.” Tiba-tiba Sulaiman menangis, nasihat Umar
benar-benar menghujam di dadanya, ia berkata, “Hanya kepada Allah aku memohon
pertolongan.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 12: 685).
Muhammad bin Sirrin rahimahullah berkata
tentang Sulaiman bin Abdul Malik, “Ia mengawali dan mengakhiri kekhalifahannya
dengan kebaikan. Ia mengawalinya dengan membuat aturan wajib shalat di awal
waktu dan mengakhirinya dengan mengangkat Umar bin Abdul Aziz”.
Sulaiman wafat pada bulan Shafar tahun 99 H. Ia
menunjuk sepupunya, Umar bin Abdul Aziz, sebagai penggantinya.
c. Umar bin Abdul Aziz
Rasa-rasanya tidak perlu penulis bertutur panjang
tentang Umar bin Abdul Aziz pada kesempatan kali ini. Karena beliau sudah cukup
dikenal dan tidak diingkari kemuliaannya. Secara singkat, Umar bin Abdul Aziz
mengawali pemerintahannya pada Bulan Shafar tahun 99 H dan berakhir dengan
wafatnya pada Bulan Rajab 101 H.
Berbagai macam kesuksesan yang diraih dalam
pemerintahannya dan sedemikian hebatnya ia berhasil memakmurkan rakyatnya tidak
terlepas dari usaha-usaha yang dirintis oleh khalifah-khalifah sebelumnya.
Periode Kemunduran dan Runtuhnya Kekhalifahan
Periode kemunduran Daulah Bani Umayyah dimulai saat 6
tahun sebelum daulah ini runtuh. Ditandai dengan keributan yang terjadi di
dalam istana; para amir saling berselisih dan memusuhi, maraknya konspirasi
yang membingungkan dan mengadu domba. Keadaan demikian membuat para amir lalai
dari tugas utama mereka dalam pemerintahan. Negara yang begitu luas pun mulai
limbung dan kehilangan stabilitas. Ditambah lagi munculnya pemberontakan dari
kalangan orang-orang Abbasiyah, Syiah, dan Khawarij. Keadaan demikian terus
berlangsung hingga terbunuhnya Khalifah Marwan bin Muhammad oleh orang-orang
Abbasiyah pada tahun 132 H. Saat itulah merupakan akhir dari kisah Daulah Bani
Umayyah.
Silsilah Nasab Bani Umayyah menunjukkan mereka adalah
kaum Quraisy yang dihormati
1. Daulah umayyah di Damaskus
Daulah Umayyah berdiri pada tahun 40 –
132 H / 661 – 750 M selama 90 tahun. Pendiri Daulah
Umayyah bernama Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah. Daulah
Umayyah menjadikan kota Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Saat ini
Damaskus menjadi ibukota negara Suriah. Sebagai pendiri Daulah Umayyah,
Muawiyah bin Abi Sufyan sekaligus menjadi Khalifah pertama kekhalifahan
tersbut. Adapun secara lengkap para khalifah Bani Umayyah sebagai berikut:
a. Muawiyah bin Abu Sufyan (Muawiyah I), tahun 660 -680 M. (41-61 H )
b. Yazid bin Muawiyah (Yazid I), tahun 680-683 M. (61-64 H)
c. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II), tahun 683-684 M. (64-65 H)
d. Marwan bin Hakam (Marwan I), tahun 684-685 M. (65-66 H)
e. Abdul Malik bin Marwan, tahun 685-705 M. (66-86 H)
f. Al-Walid bin ‘Abdul Malik (al-Walid I), tahun 705-715 M. (86-97 H)
g. Sulaiman bin ‘Abdul Malik, tahun 715-717 M. (97-99 H)
h. Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (‘Umar II), tahun 717-720M. (99-102 H)
i. Yazid bin ‘Abdul Malik (Yazid II), tahun 720-724 M. (102-106 H)
j. Hisyam bin ‘Abdul Malik, tahun 724-743 M. (106-126 H)
k. Walid bin Yazid (al-Walid III), tahun 743-744 M. (126-127 H)
l. Yazid bin Walid (Yazid III), tahun 744 M. (127 H)
m. Ibrahim bin al-Walid, tahun 744 M. (127 H)
n. Marwan bin Muhammad (Marwan II al-Himar), tahun 745-750 M. (127- 133 H)
Pada saat Daulah Umayyah diperintah oleh al-Walid bin Abdul Malik, keadaan negara sangat makmur, tenteram, dan tertib. Umat Islam merasa nyaman dan hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih 10 tahun itu tercatat suatu perluasan wilayah dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko ditundukkan, Tariq bin Ziyad, memimpin pasukan Islam menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, Tariq bin Ziyad mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Setelah tentara Spanyol dapat dikalahkan, Spanyol menjadi daerah perluasan selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dapat dikuasai dengan cepat. Setelah itu kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira dan Toledo juga ditaklukkan.
Di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, perluasan wilayah dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Misi tersebut dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan keberhasilan memperluas wilayahnya ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini menjadi betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Syria, Palestina, Afrika Utara, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Uzbekistan, Turkmenistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Di samping perluasan wilayah Islam, Bani Umayyah juga telah banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda-kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang qadi (hakim) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qadi adalah seorang spesialis di bidang kehakiman. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, Abdul Malik bin Marwan mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata- kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi dalam pemerintahan Islam.
Keberhasilan tersebut dilanjutkan oleh puteranya al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) meningkatkan berbagai pembangunan, di antaranya membangun panti- panti untuk orang cacat dimana pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Ia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, ia juga membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Selain kemajuan dalam bidang pemerintahan, ilmu pengetahuan juga tak lupa dikembangkan pada masa itu. Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut meliputi:
a. Muawiyah bin Abu Sufyan (Muawiyah I), tahun 660 -680 M. (41-61 H )
b. Yazid bin Muawiyah (Yazid I), tahun 680-683 M. (61-64 H)
c. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II), tahun 683-684 M. (64-65 H)
d. Marwan bin Hakam (Marwan I), tahun 684-685 M. (65-66 H)
e. Abdul Malik bin Marwan, tahun 685-705 M. (66-86 H)
f. Al-Walid bin ‘Abdul Malik (al-Walid I), tahun 705-715 M. (86-97 H)
g. Sulaiman bin ‘Abdul Malik, tahun 715-717 M. (97-99 H)
h. Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (‘Umar II), tahun 717-720M. (99-102 H)
i. Yazid bin ‘Abdul Malik (Yazid II), tahun 720-724 M. (102-106 H)
j. Hisyam bin ‘Abdul Malik, tahun 724-743 M. (106-126 H)
k. Walid bin Yazid (al-Walid III), tahun 743-744 M. (126-127 H)
l. Yazid bin Walid (Yazid III), tahun 744 M. (127 H)
m. Ibrahim bin al-Walid, tahun 744 M. (127 H)
n. Marwan bin Muhammad (Marwan II al-Himar), tahun 745-750 M. (127- 133 H)
Pada saat Daulah Umayyah diperintah oleh al-Walid bin Abdul Malik, keadaan negara sangat makmur, tenteram, dan tertib. Umat Islam merasa nyaman dan hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih 10 tahun itu tercatat suatu perluasan wilayah dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko ditundukkan, Tariq bin Ziyad, memimpin pasukan Islam menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, Tariq bin Ziyad mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Setelah tentara Spanyol dapat dikalahkan, Spanyol menjadi daerah perluasan selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dapat dikuasai dengan cepat. Setelah itu kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira dan Toledo juga ditaklukkan.
Di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, perluasan wilayah dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Misi tersebut dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan keberhasilan memperluas wilayahnya ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini menjadi betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Syria, Palestina, Afrika Utara, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Uzbekistan, Turkmenistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Di samping perluasan wilayah Islam, Bani Umayyah juga telah banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda-kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang qadi (hakim) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qadi adalah seorang spesialis di bidang kehakiman. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, Abdul Malik bin Marwan mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata- kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi dalam pemerintahan Islam.
Keberhasilan tersebut dilanjutkan oleh puteranya al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) meningkatkan berbagai pembangunan, di antaranya membangun panti- panti untuk orang cacat dimana pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Ia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, ia juga membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Selain kemajuan dalam bidang pemerintahan, ilmu pengetahuan juga tak lupa dikembangkan pada masa itu. Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut meliputi:
1. Ilmu agama, seperti: al-Qur’an, Hadis, dan fiqih.
Proses pembukuan hadis terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, sejak
saat itu hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang
membahas tentang kisah, perjalanan hidup, dan riwayat. Ubaid ibn
Syariyah al-Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang
mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang ilmu filsafat, yaitu segala ilmu yang pada
umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, astronomi, ilmu
hitung, kimia, dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu
kedokteran.
2. Daulah Umayyah di
Andalusia (756 M – 1031 M)
Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus berakhir pada tahun 750 M, kemudian kekhalifahan pindah ke tangan Bani Abbasiyah. Namun, Abdurrahman ad-Dakhil yang merupakan salah satu penerus Bani Umayyah dapat meloloskan diri pada tahun 755 M. Ia dapat lolos dari kejaran pasukan Bani Abbasiyah dan masuk ke Andalusia (Spanyol). Di Spanyol sebagian besar umat Islam saat itu masih setia dengan Bani Umayyah. Ia kemudian mendirikan pemerintahan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai amir (pemimpin) dengan pusat kekuasaan di Cordoba.
Adapun amir-amir Bani Umayyah atau
Daulah Umayyah yang memerintah di Andalusia (Spanyol) sebagai berikut:
a. Abdurrahman ad-Dakhil (Abdurrahman I), tahun 756-788 M.
b. Hisyam bin Abdurrahman (Hisyam I), tahun 788-796 M.
c. Al-Hakam bin Hisyam (al-Hakam I) , tahun 796-822 M.
d. Abdurrahman al-Ausat (Abdurrahman II) , tahun 822-852 M.
e. Muhammad bin Abdurrahman (Muhammad I) , tahun 852-886 M.
f. Munzir bin Muhammad, tahun 886-888 M.
g. Abdullah bin Muhammad, tahun 888-912 M.
h. Abdurrahman an-Nasir (Abdurrahman III) , tahun 912-961 M.
i. Hakam al-Muntasir (al-Hakam II) , tahun 961-976 M.
j. Hisyam II, tahun 976-1009 M.
k. Muhammad II, tahun 1009-1010 M.
l. Sulaiman, tahun 1013-1016 M.
m. Abdurrahman IV, tahun 1016-1018 M.
n. Abdurrahman V, tahun 1018-1023 M.
o. Muhammad III, tahun 1023-1025 M.
p. Hisyam III, tahun 1027-1031 M.
Cordoba menjadi pusat berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol). Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan terjadi pada masa pemerintahan amir yang ke-8 dan ke-9, yakni Abdurrahman an-Nasir dan Hakam al-Muntasir.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Cordoba ditandai dengan adanya Universitas Cordoba. Universitas tersebut memiliki perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400.000 judul. Pada masa kejayaannya, Cordoba memiliki 491 masjid dan 900 pemandian umum. Karena air di kota ini tidak layak minum, pemerintah kemudian berinisiatif untuk membangun instalasi air minum dari pegunungan sepanjang 80 km.
Berkembangnya ilmu pengetahuan di Cordoba menciptakan berbagai inisiatif dan inovasi dalam rangka membuat kehidupan lebih sejahtera, aman dan nyaman. Didirikannya masjid-masjid yang megah dan indah menunjukkan bahwa saat itu kesadaran untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan juga sangat tinggi.
a. Abdurrahman ad-Dakhil (Abdurrahman I), tahun 756-788 M.
b. Hisyam bin Abdurrahman (Hisyam I), tahun 788-796 M.
c. Al-Hakam bin Hisyam (al-Hakam I) , tahun 796-822 M.
d. Abdurrahman al-Ausat (Abdurrahman II) , tahun 822-852 M.
e. Muhammad bin Abdurrahman (Muhammad I) , tahun 852-886 M.
f. Munzir bin Muhammad, tahun 886-888 M.
g. Abdullah bin Muhammad, tahun 888-912 M.
h. Abdurrahman an-Nasir (Abdurrahman III) , tahun 912-961 M.
i. Hakam al-Muntasir (al-Hakam II) , tahun 961-976 M.
j. Hisyam II, tahun 976-1009 M.
k. Muhammad II, tahun 1009-1010 M.
l. Sulaiman, tahun 1013-1016 M.
m. Abdurrahman IV, tahun 1016-1018 M.
n. Abdurrahman V, tahun 1018-1023 M.
o. Muhammad III, tahun 1023-1025 M.
p. Hisyam III, tahun 1027-1031 M.
Cordoba menjadi pusat berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol). Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan terjadi pada masa pemerintahan amir yang ke-8 dan ke-9, yakni Abdurrahman an-Nasir dan Hakam al-Muntasir.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Cordoba ditandai dengan adanya Universitas Cordoba. Universitas tersebut memiliki perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400.000 judul. Pada masa kejayaannya, Cordoba memiliki 491 masjid dan 900 pemandian umum. Karena air di kota ini tidak layak minum, pemerintah kemudian berinisiatif untuk membangun instalasi air minum dari pegunungan sepanjang 80 km.
Berkembangnya ilmu pengetahuan di Cordoba menciptakan berbagai inisiatif dan inovasi dalam rangka membuat kehidupan lebih sejahtera, aman dan nyaman. Didirikannya masjid-masjid yang megah dan indah menunjukkan bahwa saat itu kesadaran untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan juga sangat tinggi.
Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia
memperlihatkan kemajuan dan kejayaan Islam di jaman dahulu, sampai saat ini
Islam terus berkembang, sebagai seorang muslim, kita harus meneruskan kemajuan
tersebut dengan berusaha terus untuk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan
sesuai dengan petunjuk agama Islam.
Ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat
berarti pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Adapun perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Ilmu Kimia
pada Masa
Umayyah Di antara ahli kimia di masa itu adalah Abu al-Qasim Abbas ibn Farnas
yang mengembangakan ilmu kimia murni dan kimia terapan. Ilmu kimia murni maupun
kimia terapan merupakan dasar bagi ilmu farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu
kedokteran.
b. Kedokteran
pada Masa
Umayyah Di antara ahli kedokteran ketika itu adalah Abu al-Qasim al-Zahrawi.
Beliau dikenal sebagai ahli bedah, perintis ilmu penyakit telinga, dan pelopor
ilmu penyakit kulit. Di dunia Barat dikenal dengan Abulcasis. Karya Abu
al-Qasim al-Zahrawi berjudul al-Ta'rif li man ‘Ajaza ‘an al-Ta’līf, yang
pada abad XII diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di Genoa
(1497M), Basle (1541 M) dan di Oxford (1778 M). Buku tersebut menjadi rujukan
di universitas-universitas terkemuka di Eropa. Abu al-Qasim al-Zahrawi c. Sejarah
pada Masa
Umayyah Di antara tokoh terkenal bidang sejarah ketika itu adalah : Abu Marwan
Abdul Malik bin Habib, beliau lahir pada tahun 790 M di desa Kurat
Ilbira dekat Granada dan meninggal pada tahun 852 M di Cordova. Salah
satu buku Abu Marwan Abdul Malik bin Habib yang terkenal berjudul
al-Tarikh. Abu Bakar Muhammad bin Umar, dikenal dengan Ibnu Quthiyah. Karya
bukunya berjudul Tarikh Iftitah al-Andalus. Hayyan bin Khallaf bin Hayyan,
karyanya yang terkenal adalah al-Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus dan
al-Matin. d. Bahasa dan Sastra
pada Masa Umayyah Di antara tokoh terkenal
bidang sastra ketika itu adalah : Ali al-Qali, karyanya al-Amali dan
al-Nawadir, wafat pada tahun 696 M. Abu Bakar Muhammad Ibn Umar. Di samping
terkenal sebagai ahli sejarah, ia adalah seorang ahli bahasa Arab, nahwu,
penyair, dan sastrawan. Ia meninggal pada tahun 977 M. Ia menulis
buku dengan judul al-Af’al dan Fa’alta wa Af’alat. Abu Amr Ahmad ibn
Muhammad ibn Abd Rabbih, karya prosanya diberi nama al-‘Aqd al-Farid. Ia meninggal
tahun 940 M. Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Lahir di Cordova pada tahun 382
H/992 M dan wafat pada tahun 1035 M. Karyanya dalam bentuk prosa adalah Risalah
al -awabi’ wa al-Zawabig, Kasyf al-Dakk wa A£ar al-Syakk dan Hanut ‘Athar.
Selain ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayah juga
berhasil mengembangkan bidang lainnya, yaitu: a.Arsitektur
Perkembangan di bidang arsitektur ini terlihat
dari bangunan-bangunan artistik masjid-masjid yang memenuhi kota. Kota lama pun
dibangun menjadi kota modern. Mereka memadukan gaya Persia bernuansa Islam yang
kental di setiap sudut bangunannya. Pada masa Walid dibangun juga sebuah masjid
agung yang terkenal dengan sebutan Masjid Damaskus hasil karya arsitek Abu
Ubaidah bin Jarrah serta dibangunnya sebuah kota baru yaitu kota Kairawan oleh
Uqbah bin Nafi.
b. Organisasi militer
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah ini
militer dikelompokkan menjadi 3 angkatan : yaitu (1) angkatan darat (al-jund),
(2) angkatan laut (al- bahiriyah) dan (3) angkatan kepolisian.
c. Perdagangan
Setelah Bani
Umayah menaklukkan bebagai wilayah, jalur perdangan menjadi semakin lancar dan
ramai. Ibu Kota Basrah di Teluk Persi pun menjadi pelabuhan dagang yang ramai
dan makmur, begitu pula Kota Aden. d.Kerajinan Ketika Khalifah Abdul Malik
menjabat, mulailah dirintis pembuatan tiras (semacam bordiran)yakni cap resmi
yang dicetak pada pakaian khalifah dan pembesar-pembesar pemerintahan.
0 comments: