Demo Makalah
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah
satu elemen primer dalam kehidupan manusia di masa modern. Pendidikan pada
dasarnya adalah usaha memanusiakan manusia. Paulo Freire, seperti yang dikutip
Yunus (1), melihat pendidikan sebagai salah satu upaya untuk mengembalikan
fungsi manusia menjadi manusia agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan,
kebodohan, sampai ketertinggalan. Pendidikan, sebagai suatu usaha yang
disengaja dan sistematis, tidak semata-mata terbatas sekat ruang sekolah formal
namun juga nonformal dan dimulai sejak usia dini. Semakin tingginya kesadaran
orang tua dan pemerhati pendidikan mendorong terbentuknya suatu wadah
pendidikan anak usia dini (PAUD) yang bergerak hingga ke masyarakat akar
rumput.
Untuk suatu upaya pendidikan
berjalan dengan baik diperlukan beberapa elemen, tidak terkecuali dalam
pendidikan anak usia dini (PAUD) dimana salah satu elemen yang penting
keberadaannya adalah pendidik. Pendidik, menurut Zahara Idris dan Lisma Jamal,
adalah orang dewasa yang bertanggungjawab memberikan bimbingan kepada peserta
didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat
kedewasaan (mampu berdiri sendiri) memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan,
makhluk individu yang mandiri, dan makhluk sosial. Peran mereka terutama nampak
dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah, yaitu mentransformasikan
kebudayaan secara terorganisasi demi perkembangan peserta didik (siswa).
Khususnya dalam pendidikan anak usia dini, pendidik sangat memegang peran
sentral sebagai role model peserta didiknya. Mengutip Diaz, pendidik sebagai
model harus dapat menunjukkan:
1.
Guru sebagai ahli di bidangnya
2.
Guru sebagai contoh pembentukan moral
3.
Guru sebagai orang yang memiliki
kepedulian dan melakukan tindakan
4.
Guru sebagai figur pemimpin yang
memiliki otoritas
5.
Guru sebagai fasilitator yang selalu
siap membantu siswanya
6.
Guru sebagai delegator
Sebagai seorang pendidik, guru, termasuk
guru PAUD, semestinya memahami hakikat pendidik. T. Raka Joni (dalam Idris dan
Jamal) menyebutkan beberapa poin terkait hakikat pendidik :
1)
Pendidik sebagai agen pembaharuan,
artinya ide-ide pembaharuan itu dapat disebarluaskan oleh pendidik dan lebih
jauh lagi pendidik adalah sumber dari ide-ide pembaharua.
2)
Pendidik adalah pemimpin dan pendukung
nilai-nilai masyarakat, maksudnya pendidik itu harus lebih dahulu menjadi orang
yang menghayati dan mengamalkan nilai-nilai masyarakat. Lebih jauh lagi,
pendidik diharapkan dapat melanjutkan nilai-nilai tersebut kepada subjek
didiknya, dan masyarakat pada umumnya.
3)
Pendidik sebagai fasilitator
memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi peserta didik untuk belajar.
Misalnya dalam proses belajar-mengajar peserta didiklah yang aktif belajar,
peranan pendidik menyediakan sumber, bahan, dan media yang diperlukan dalam
kegiatan tersebut.
4)
Pendidik bertanggung jawab atas
tercapainya hasil belajar peserta didik.
5)
Pendidik dituntut untuk menjadi contoh
dalam pengelolaan proses belajar-mengajar khususnya bagi calon guru yang
menjadi peserta didik.
6)
Pendidik bertanggung jawab secara
profesional untuk terus-menerus meningkatkan kemampuannya. Ini berarti bahwa
pendidik adalah pribadi yang selalu harus belajar.
7) Pendidik
menjunjung tinggi kode etik profesional. Bahwa guru sebagai jabatan profesional
tentunya mempunyai kode etik yang harus dipedomani dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik.
Terkait dengan poin-poin di atas maka dapat kita bayangkan betapa guru atau pendidik menjadi tokoh yang memiliki peran penting terutama dalam pendidikan anak usia dini dimana peran orang dewasa sebagai role model masih sangat dibutuhkan. Pendidikan anak usia dini perlu penanganan yang khas dibandingkan dengan pendidikan lainnya karena anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan dan cara belajar yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih tua, sehingga memerlukan bimbingan yang khas pula. Untuk itu, seorang pendidik PAUD penting untuk memiliki pengetahuan dan kapasitas etika maupun karakter yang positif sehingga dalam melaksanakan tugas, para pendidik dapat memberikan contoh positif bagi anak didiknya. Hal ini tentunya akan menghasilkan peserta didik yang potensinya berkembang secara optimal serta beretika dan berkarakter positif yang siap bersosialisasi dengan anggota masyarakat lain dalam interaksinya sehari-hari serta.
Terkait dengan poin-poin di atas maka dapat kita bayangkan betapa guru atau pendidik menjadi tokoh yang memiliki peran penting terutama dalam pendidikan anak usia dini dimana peran orang dewasa sebagai role model masih sangat dibutuhkan. Pendidikan anak usia dini perlu penanganan yang khas dibandingkan dengan pendidikan lainnya karena anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan dan cara belajar yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih tua, sehingga memerlukan bimbingan yang khas pula. Untuk itu, seorang pendidik PAUD penting untuk memiliki pengetahuan dan kapasitas etika maupun karakter yang positif sehingga dalam melaksanakan tugas, para pendidik dapat memberikan contoh positif bagi anak didiknya. Hal ini tentunya akan menghasilkan peserta didik yang potensinya berkembang secara optimal serta beretika dan berkarakter positif yang siap bersosialisasi dengan anggota masyarakat lain dalam interaksinya sehari-hari serta.
B. Tujuan
Materi dan modul ini
bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi pendidik PAUD terkait konsep etika
dan karakter sehingga nantinya pendidik PAUD dapat mengaplikasikan dalam proses
pembelajaran yang dilakukan.
C. Ruang Lingkup Dan Waktu
Ruang lingkup materi mencakup
etika dan karakter yang dimiliki oleh pendidik PAUD yang diberikan dalam waktu
4 JP (180 menit).
D. Petunjuk Belajar
Peserta diklat membaca
modul, melakukan diskusi dan tanya-jawab, serta mengerjakan tugas-tugas yang
telah disiapkan.
BAB
II
RENCANA
PENYAJIAN MATERI
A. Kompetensi
Kompetensi yang diharapkan
dari materi ini adalah peserta didik dapat memahami etika dan karakter pendidik
PAUD.
B. Indikator
1.
Peserta dapat menjelaskan konsep etika
dan etika pendidik PAUD
2.
Peserta dapat menjelaskan pentingnya
etika pendidik dalam proses pembelajaran di PAUD
3.
Peserta dapat menjelaskan konsep
karakter dan karakter pendidik PAUD
Peserta
dapat mengaplikasikan etika dan karakter dalam pembelajaran di PAUD.
C. Materi/Submateri
Materi yang akan dibahas dalam modul ini adalah :
Materi yang akan dibahas dalam modul ini adalah :
1)
Etika
a.
Definisi etika
b.
Manfaat Etika Bagi Pendidik PAUD
c.
Kode Etik dan Etika Pendidik PAUD
2)
Karakter
a.
Definisi karakter
b.
Faktor-Faktor Yang Membentuk Karakter
c.
Karakter dan Citra Diri Pendidik
D. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang
akan dilakukan dalam penyajian materi ini adalah:
1)
Ceramah
2)
Tanya jawab
3)
Diskusi kelompok
4)
Aktivitas lain (menonton film, analisis
kasus dari media massa)
E. Penilaian
Penilaian akan dilakukan
melalui evaluasi pre-test dan Post test yang berbentuk soal pilihan berganda
(multiple choice).
F. Alokasi Waktu
4 jam pelajaran atau 180
menit
G. Sumber Belajar
Modul, pustaka acuan, film,
contoh kasus
H. Media Pembelajaran
1)
Media pembelajaran yang digunakan dalam
penyajian materi ini adalah :
Modul
Modul
2)
Slide dan OHP
3)
Film
4)
Kliping artikel media massa (surat
kabar)
=============================================================
BAB
III
MATERI
A. Uraian Materi
1. Etika
a.
Pengertian
Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos”, yang berarti
“timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari
nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standard dan penilaian moral.
Etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat
penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan. Etika
biasanya sering diasumsikan bersinonim atau memiliki kesamaan dengan moral.
Moral atau moralitas biasanya dikaitkan dengan sistem nilai tentang bagaimana
kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam
ajaran berbentuk petuah-petuah, nasehat, peraturan, perintah, dan semacamnya
yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu
tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi
manusia yang baik.
Berbeda dengan moralitas, etika perlu dipahami sebagai
sebuah cabang filsafat yang bicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Nilai adalah sesuatu yang berguna
bagi seseorang atau kelompok dan karena itu orang atau kelompok tersebut selalu
berusaha untuk mencapainya karena pencapaiannya sangat memberi makna kepada
diri serta seluruh hidupnya. Norma adalah aturan atau kaidah dari perilaku dan
tindakan manusia.
b.
Manfaat Etika Bagi Pendidik
Menurut Suseno, ada empat alasan mengapa manusia perlu
beretika: Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik. Perlu
kesatuan tatanan normatif. Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat
yang sangat cepat. Dalam transformasi ekonomi, sosial, intelektual, dan budaya
itu nilai budaya tradisional tertantang. Perubahan-perubahan budaya terjadi
begitu cepat akibat modernisasi. Dalam situasi seperti ini, etika membantu kita
agar jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara yang hakiki dan apa
yang boleh berubah dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap yang
dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, dengan etika kita dapat menghadapi
ideologi-ideologi baru dengan kritis dan objektif untuk membentuk penilaian
sendiri, agar kita tidak mudah terpancing. Etika juga membantu agar kita jangan
naif atau ekstrem, tidak cepat bereaksi, terhadap suatu pandangan baru, menolak
nilai-nilai hanya karena baru dan belum biasa. Keempat, etika juga perlu oleh
agama untuk memantabkan pemeluknya dalam keyakinan dan keimanan. Dengan
memperhatikan manfaat etika, diharapkan peran pendidik di manapun, dalam
situasi apapun keberadaannya tetaplah sebagai pembimbing, pembina perilaku, dan
sekaligus model berperilaku manusia beretika. Karena ini bagian dari tanggung
jawab sebagai pendidik. Pendidik yang sukses adalah guru yang tidak hanya kaya
secara materi namun juga kaya dalam nilai-nilai moral dan spiritualnya. Pendidik
yang cerdas mampu memberdayakan
segala kualitas positif dalam dirinya berhak untuk mengukirkan nasibnya sesuai dengan yang diimpikan. Sebutir telur elang dieramkan dalam sarang ayam hutan. Telur menetas, dan elang kecil tumbuh dan menganggap dirinya adalah anak ayam hutan. Anak elang berperilaku sebagaimana anak ayam hutan. Ia mengais-ngais tanah untuk mencari makan. Ia berkotek dan berkokok, ia tidak pernah terbang lebih dari beberapa meter, karena seperti itulah tabiat ayam hutan. Suatu hari ia melihat burung elang sedang terbang dengan anggun dan agung di langit bebas. Ia bertanya kepada induk ayam hutan: ’Burung apakah yang cantik itu?’ Induk Ayam hutan menjawab: “Itu adalah seekor elang, ia burung yang terkenal, tetapi kamu tidak bisa terbang seperti dia karena kamu hanyalah seekor ayam hutan”. Anak elang percaya saja dengan cerita itu karena dianggapnya benar. Ia jalani hidupnya, dan mati sebagai seekor ayam hutan, dan kehilangan warisannya sebagai seekor elang, karena tidak mempunyai visi sendiri. Alangkah sia-sia. Ia dilahirkan untuk menang tetapi ia dikondisikan untuk kalah. (Qomari Anwar, diunduh dari hadipranaabadi.weebly.com)
segala kualitas positif dalam dirinya berhak untuk mengukirkan nasibnya sesuai dengan yang diimpikan. Sebutir telur elang dieramkan dalam sarang ayam hutan. Telur menetas, dan elang kecil tumbuh dan menganggap dirinya adalah anak ayam hutan. Anak elang berperilaku sebagaimana anak ayam hutan. Ia mengais-ngais tanah untuk mencari makan. Ia berkotek dan berkokok, ia tidak pernah terbang lebih dari beberapa meter, karena seperti itulah tabiat ayam hutan. Suatu hari ia melihat burung elang sedang terbang dengan anggun dan agung di langit bebas. Ia bertanya kepada induk ayam hutan: ’Burung apakah yang cantik itu?’ Induk Ayam hutan menjawab: “Itu adalah seekor elang, ia burung yang terkenal, tetapi kamu tidak bisa terbang seperti dia karena kamu hanyalah seekor ayam hutan”. Anak elang percaya saja dengan cerita itu karena dianggapnya benar. Ia jalani hidupnya, dan mati sebagai seekor ayam hutan, dan kehilangan warisannya sebagai seekor elang, karena tidak mempunyai visi sendiri. Alangkah sia-sia. Ia dilahirkan untuk menang tetapi ia dikondisikan untuk kalah. (Qomari Anwar, diunduh dari hadipranaabadi.weebly.com)
Bayangkan… andai induk ayam hutan adalah guru, dan sang
elang kecil adalah siswa.
c.
Kode Etik dan Etika Pendidik PAUD
Kode etik merupakan bagian dari perilaku dan
pengetahuan yang sangat penting untuk diketahui, dipahami, dan diterapkan oleh
pendidik. Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh
setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya di masyarakat. Sehingga dengan kata lain, kode etik profesi memberi
panduan pada individu-individu dengan profesi terkait, dalam hal ini pendidik,
mengenai apa yang boleh mereka laksanakan atau larangan yang sebaiknya mereka
hindari. Seorang guru akan mengetahui tentang aturan-aturan yang boleh dan
tidak boleh dilakukan dalam melaksanakan profesinya sebagai seorang guru.
Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah
untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri.
Keberadaan kode etik profesi pendidik bertujuan untuk :
1)
menjunjung tinggi martabat profesi
2)
menjaga dan memelihara kesejahteraan
para anggota
3)
meningkatkan pengabdian para anggota
profesi
4)
meningkatkan mutu profesi
5)
meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode etik disusun biasanya menyesuaikan konteks lokal
dimana setiap region biasanya memodifikasi kode etik profesi mereka sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku di region tersebut walaupun tetap ada
prinsip-prinsip umum yang teguh dipegang dan berlaku universal di berbagai
wilayah. Pada umumnya, kode etik pendidik bersumber dari:
1)
nilai-nilai agama dan Pancasila
2)
nilai-nilai kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional
3)
nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat
manusia yang meliputi perkembangan jasmaniah, emosional, sosial, dan spiritual.
Kode etik guru/pendidik Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai
dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam
suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode etik guru Indonesia adalah
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam
menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar
sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Ada beberapa butir
mengenai kode etik guru Indonesia, antara lain :
1.
berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya berjiwa Pancasila.
2.
memiliki dan melaksanakan kejuruan
profesional.
3.
berusaha memperoleh informasi tentang
peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.
menciptakan suasana sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5.
memelihara hubungan baik dengan orang
tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung
jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat prosesinya. Kode Etik Guru
Indonesia ditetapkan dalam kongres PGRI ke XIII tahun 1973, dan kemudian
disempurnakan dalam Kongres PGRI ke XVI tahun 1989. Berikut penjabarannya (Djumiran, http://pjjpgsd.dikti.go.id)
1.
Guru berbakti membimbing peserta didik
untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
a.
Guru menghormati hak individu, agama dan
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari anak didiknya masing – masing.
b.
Guru menghormati dan membimbing
kepribadian anak didiknya.
c.
Guru menyadari bahwa intelegensi, moral
dan jasmani adalah tujuan utama pendidikan.
d.
Guru melatih anak didik memecahkan
masalah-masalah dan membina daya kreasinya agar dapat menunjang masyarakat yang
sedang membangun.
e.
Guru membantu sekolah dalam usaha
menanamkan pengetahuan, keterampilan kepada anak didik.
Ilustrasi Kasus : Tasya mengolok-olok temannya, Sita,
yang mengenakan jilbab ke sekolah. Tasya mengatakan Sita seperti nenek-nenek
karena mengenakan jilbab. Kebetulan saat itu Pak Wawan, salah seorang guru,
melihat kejadian tersebut. Pak Wawan pun menghampiri Sita dan Tasya lalu
menjelaskan kepada Tasya mengenai jilbab secara sederhana serta meminta Tasya
untuk minta maaf pada Sita.
2.
Guru memiliki kejujuran profesional
dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing masing.
a.
Guru menghargai dan memperhatikan
perbedaan dan kebutuhan anak didiknya masing masing.
b.
Guru hendaknya fleksibel di dalam
menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing masing.
c.
Guru memberi pelajaran didalam dan
diluar sekolah berdasarkan kurikulum dan berlaku secara baik tanpa membedakan
jenis dan posisi sosial orang tua murid.
Ilustrasi kasus : Di kelas Ibu Rosa, ada seorang murid
bernama Afika yang sangat menyukai musik namun membenci berhitung. Untuk
mengakali Afika agar senang berhitung akhirnya Ibu Rosa memperkenalkan angka
dan mengajari berhitung kepada Afika melalui nyanyian dan permainan alat musik
sehingga akhirnya Afika mulai menguasai materi berhitung. Bagaimana pendapat
Anda terhadap sikap Ibu Rosa? Apakah Anda pernah memiliki pengalaman serupa?
3.
Guru mengadakan komunikasi, terutama
dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari
segala penyalahgunaan.
a.
Komunikasi guru dan anak didik didalam
dan diluar sekolah dilandaskan pada rasa kasih sayang.
b.
Untuk berhasilnya pendidikan, guru harus
mengetahui kepribadian anak dan latar belakang keluarganya.
c.
Komunikasi hanya diadakan semat-mata
untuk kepentingan pendidikan anak didik.
Ilustrasi kasus : Nanda akhir-akhir ini tidak
bersemangat untuk mengikuti kegiatan belajar dan bermain dengan teman-temannya.
Bahkan dalam satu minggu ini Nanda sudah tiga kali tidak masuk sekolah. Ibu
Mirna, sebagai guru di PAUD tempat Nanda bersekolah, alih-alih melakukan
pendekatan dan menanyakan masalah kepada Nanda, Ibu Mirna malah mengatakan
Nanda sebagai siswa pemalas dan sombong.
2. Karakter
a. Pengertian Karakter
Etika membantu individu untuk dapat bertindak sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Pengetahuan atas etika
yang diaplikasikan secara berkelanjutan, terus-menerus melalui proses
pembiasaan dapat menumbuhkan suatu kualitas tersendiri yang dapat membedakan
antara individu
Sikap guru yang menghargai anak ditunjukkan dengan komunikasi dan relasi yang baik dapat membantu kelancaran proses pendidikan yang berlangsung
dengan individu lainnya atau dikenal juga dengan karakter. Karakter, jika dikaitkan dengan etika, merupakan kecakapan khusus yang didukung oleh kesadaran moral, perasaan moral, dan tindakan moral.
Sikap guru yang menghargai anak ditunjukkan dengan komunikasi dan relasi yang baik dapat membantu kelancaran proses pendidikan yang berlangsung
dengan individu lainnya atau dikenal juga dengan karakter. Karakter, jika dikaitkan dengan etika, merupakan kecakapan khusus yang didukung oleh kesadaran moral, perasaan moral, dan tindakan moral.
Karakter adalah evaluasi kualitas tahan lama individu
tertentu. Konsep karakter dapat menyiratkan berbagai atribut termasuk
keberadaan atau kurangnya kebajikan seperti perilaku integritas, keberanian,
ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan. Karakter terutama mengacu pada kumpulan
kualitas yang membedakan satu orang dari yang lain. Menurut Pusat Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), karakter didefinisikan
sebagai bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,
sifat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Karakter mengacu kepada
serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations),
dan keterampilan (skills). Selain itu, karakter, khususnya karakter yang baik,
tidak berdiri sendiri melainkan merupakan suatu rangkaian dari perbuatan yang
tidak hanya ditujukan kepada diri sendiri melainkan juga perbuatan yang
berhubungan dengan orang lain seperti yang dikatakan Aristoteles, seorang
filsuf Yunani :
“Karakter yang baik merupakan : perbuatan yang benar
dalam hidup, berbuat benar dalam hubungan dengan orang lain, berbuat benar
terhadap diri sendiri”
–Aristoteles-
–Aristoteles-
Individu yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berperilaku
negatif akan digolongkan sebagai individu yang memiliki karakter buruk atau
negatif. Sebaliknya, individu yang berperilaku sesuai kaidah moral digolongkan
sebagai individu dengan karakter positif. Individu yang berkarakter baik atau
positif adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap
Tuhan YME, dirinya sendiri, sesama manusia, dan lingkungannya dengan
mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan
motivasinya (perasaannya). Karakter positif berarti individu memiliki
pengetahuan tentang potensi dirinya yang ditandai dengan nilai-nilai seperti
reflektif, percaya diri, kreatif dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab,
jujur, pemaaf, menepati janji, dan kualitas positif lainnya.
Karakter bukanlah sesuatu yang sepenuhnya bersifat genetik atau turunan sehingga untuk membentuk karakter harus melalui proses pembelajaran dan pembiasaan atau pelatihan secara terus menenerus. Terkait dengan karakter maka yang dilatih dan dibentuk adalah kebiasaan dalam berpikir, merasa, dan senantiasa berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja untuk membentuk karakter jujur pada individu maka sejak dini seseorang harus dibiasakan untuk berkata dan bertingkahlaku jujur dengan membiasakan diri tidak mencontek pekerjaan orang lain atau mengakui kesalahan yang dilakukan.
Karakter bukanlah sesuatu yang sepenuhnya bersifat genetik atau turunan sehingga untuk membentuk karakter harus melalui proses pembelajaran dan pembiasaan atau pelatihan secara terus menenerus. Terkait dengan karakter maka yang dilatih dan dibentuk adalah kebiasaan dalam berpikir, merasa, dan senantiasa berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja untuk membentuk karakter jujur pada individu maka sejak dini seseorang harus dibiasakan untuk berkata dan bertingkahlaku jujur dengan membiasakan diri tidak mencontek pekerjaan orang lain atau mengakui kesalahan yang dilakukan.
b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Pembentukan Karakter
Menjadi pendidik PAUD yang berkarakter merupakan hal
yang penting. Karakter menunjukkan siapa kita sebenarnya dan menentukan
bagaimana seseorang membuat keputusan.
Karakter juga menentukan sikap, perkataan, dan tindakan
seseorang dimana hal-hal tersebut dapat membantu untuk mencapai kesuksesan.
Pembentukan karakter individu pada umumnya melalui berbagai proses dimana
banyak faktor yang berperan selama proses pembentukan karakter berlangsung.
Karakter terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,
dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti
jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan
karakter bangsa.
V. Campbell dan R. Obligasi (1982) menyatakan ada
beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang :
1.
Faktor keturunan
2.
Pengalaman masa kanak-kanak
3.
Pemodelan oleh orang dewasa atau orang
yang lebih tua
4.
Pengaruh lingkungan sebaya
5.
Lingkungan fisik dan social
6.
Subtansi materi di sekolah atau lembaga
pendidikan lain
7.
Media massa
Untuk mengembangkan karakter yang baik perlu ada suatu
penentuan dan pendefinisian kualitas karakter yang akan ditanamkan sehingga
dapat dimengerti oleh semua orang antara lain dengan memberikan
ilustrasi-ilustrasi atau aktivitas.
Dalam proses pembentukan karakter yang baik perlu
adanya kontrol internal dan kontrol sosial yang menuntut individu untuk
memiliki karakter positif tertentu. Misalnya saja sebagai pendidik (guru) dalam
suatu komunitas pendidikan, seperti PAUD, dibutuhkan karakter seperti jujur,
perhatian, sabar, dan karakter positif lain sebab pendidik dalam komunitas
pendidikan berperan sebagai teladan dan model bagi anak didiknya.
Selain pendefinisian yang jelas mengenai kualitas
karakter yang diinginkan serta adanya kontrol internal dan kontrol sosial,
dalam pembentukan karakter, khususnya karakter yang baik atau positif,
diperlukan reinforcement atau penguatan dari luar (eksternal) melalui
bentuk-bentuk penghargaan terhadap karakter baik yang ditunjukkan. Penghargaan
yang ditunjukkan dapat berupa pujian atau hadiah (reward) tertentu. Seorang
pimpinan dalam PAUD, misalnya, dapat memuji pendidik-pendidik PAUD yang
mengajar di tempatnya atas karakter baik yang ditunjukkan seperti, “wah,saya
perhatikan Ibu Yuni selalu tepat waktu datang ke sekolah. Bagus sekali itu.
Pertahankan terus ya, Bu”. Pujian-pujian yang diberikan, terutama di depan
publik, atau reward dalam bentuk lain walaupun sifatnya sederhana namun apabila
diberikan terus-menerus akan membentuk pemahaman dan keyakinan pada individu
mengenai karakter baik sehingga karakter tersebut akan terus dilakukan.
Karakter merupakan salah satu poin penting yang
menentukan keberhasilan seseorang. Temuan dari Universitas Harvard, 85% dari
sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain,
adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15% disebabkan oleh keahlian atau
kompetensi teknis yang dimilikinya. Oleh sebab itu, terkait upaya membangun
karakter positif, khususnya karakter dalam diri pendidik, disusunlah 16 pilar
pembangun karakter :
1.
Kasih saying
2.
Penghargaan
3.
Pemberian ruang untuk pengembangan diri
4.
Kepercayaan
5.
Kerja sama
6.
Saling berbagi
7.
Saling memotivasi
8.
Saling mendengarkan
9.
Saling berinteraksi secara positif
10.
Saling menanamkan nilai-nilai moral
11.
Saling mengingatkan dengan ketulusan
hati
12.
Saling menularkan antusiasme
13.
Saling menggali potensi diri
14.
Saling mengajari dengan kerendahan hati
15.
Saling menginspirasi
16.
Saling menghormati perbedaan
Bercerita dan berdiskusi dengan anak-anak menunjukkan
guru memiliki karakter yang positif, yaitu saling mendengarkan
dan saling menginspirasi.
dan saling menginspirasi.
c. Karakter dan Citra Diri Pendidik
Pendidikan menjadi sarana untuk mentransfer nilai dan
norma di dalam masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai norma dan nilai, melalui
pendidikan diusahakan agar individu menjadi pendukung norma kaidah dan nilai
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan menjadi milik pribadi yang tercermin
dalam kehidupannya sehari-hari. Pendidikan juga merupakan proses pembentukan
pribadi secara utuh, dimana proses pendidikan berlangsung secara sistematis dan
sistemik. Sistematis berarti berlangsung bertahap dan berkesinambungan
sedangkan sistemik berarti berlangsung pada semua situasi lingkungan dan sistem
baik keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara yang melembaga.
Karakteristik pendidik adalah sebagai 1) seseorang yang
dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, orang yang selalu berusaha
memperbaiki dan memperbarui cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman 2)
seseorang yang memiliki ilmu, yang mampu menangkap hakikat sesuatu, orang yang
mampu menjelaskan hakikat dalam pengetahuan yang diajarkannya 3) seseorang yang
kreatif, yang mampu menyiapkan peserta didiknya agar mampu berkreasi, sekaligus
mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi
dirinya, masyarakat, dan alam sekitar, 4) seseorang yang berusaha menularkan
penghayatan akhlak atau kepribadian kepada peserta didiknya, 5) seseorang yang
berusaha mencerdaskan peserta didiknya, melatihkan berbagai keterampilan mereka
sesuai bakat, minat, dan kemampuan 6) seseorang yang beradab.
Seorang pendidik anak usia dini, menurut Megawangi
(2005), perlu memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.
Menanamkan Kebaikan Tanpa Pamrih
Seorang pendidik walaupun telah berusaha menjadi
pendidik yang ideal, tetapi belum menjamin akan berhasil dalam membantu
perkembangan anak, karena banyak faktor lain yang mempengaruhinya, misalnya
pendidikan di rumah, pengaruh kawan, dan sebagainya. Namun dengan memberikan
layanan pendidikan dan bimbingan yang penuh perhatian, kasih sayang, siswa akan
menjadi lebih baik. Lebih-lebih pada pendidikan anak usia dini, hasil
pendidikan tidak akan segera nampak hasilnya. Ada sebuah teori yang disebut
sleeper effect, yang menyatakan bahwa efek pendidikan, hasilnya baru terlihat
beberapa tahun kemudian. Oleh karena itu satu karakter penting untuk dimiliki
pendidik adalah “mendidik (menanam kebaikan) tanpa pamrih”
Ada sebuah kisah tentang Johny Appleseed, mudah-mudahan cerita ini dapat memberikan inspirasi pada semua pendidik untuk menebarkan benih kebajikan walapun tidak tahu bagaimana hasilnya nanti :
Ada sebuah kisah tentang Johny Appleseed, mudah-mudahan cerita ini dapat memberikan inspirasi pada semua pendidik untuk menebarkan benih kebajikan walapun tidak tahu bagaimana hasilnya nanti :
Alkisah ada seorang bernama Johny yang senang
berkelana. Ia selalu mengantongi segenggam biji apel dikantongnya. Kemanapun ia
pergi, ia selalu menebar biji apel, sehingga ia terkenal dengan Johny
Appleseed. Ia tidak berpikir apakah benih yang ditebarkan akan tumbuh dan ia
juga tidak berniat menikmati buahnya, atau berteduh di bawahnya. Apa yang
dilakukan Johny the Appleseed ternyata menumbuhkan beribu-ribu pohon apel yang
mana Johny tidak bisa melihat hasilnya.
Ada sebuah teori yang dapat memberikan inspirasi
mengenai dampak berkelanjutan dari menanam sebuah kebajikan, walau sekecil
apapun, yaitu Chaos Theory (Teori Chaos) dari James Gleick, yang mengenalkan
konsep efek kupu-kupu (Butterfly effect) yang berbunyi : seekor kupu-kupu yang
mengepakkan udara dengan sayapnya hari ini di Beijing, dapat menyebabkan
tornado di New York tahun depan. Konsep ini mengajarkan kepada kita bahwa
sekecil apapun tindakan sekarang, akan mempunyai dampak besar di kemudian hari.
Konsep ini memberikan peringatan kepada kita untuk berhati-hati dalam berpikir,
berkata dan bertindak, karena kita tidak dapat memprediksi bagaimana dampak
hebatnya di masa depan.
Dalam Chaos Theory diterangkan mengapa sebuah kepakan
sayap kupu-kupu bisa membentuk pola (pattern) yang khas. Pernahkan kita
bayangkan mengapa Austria melahirkan orang-orang jenius dan kreatif, seperti
para komposer dunia John Strauss, Mozart, Schubert dan Mahler.
Psikolog Sigmud Freud, Ekonom Loudwig atau negara
Singapura bebas korupsi, atau warga Korea di Seoul yang turun ke jalan berpesta
pora merayakan kemenangan tim sepak bolanya masuk ke final, tetapi tidak
membuat satu pohonpun patah, tidak ada satu pot bungapun rusak, dan tidak ada
satu pun botol minuman yang tergeletak di jalan.
Terbentuknya sebuah pola dalam Chaos Theory diterangkan
oleh adanya sebuah konsep : Strange attractor yaitu magnet yang dapat menarik
apa saja yang mempunyai kualitas yang sama. Hal ini dapat diilustrasikan,
misalnya :
Adanya kerumunan burung dari berbagai jenis yang sedang
makan biji-bijian yang tersebar di atas tanah. Tiba-tiba ada sebuah kejutan
yang menyebabkan semua burung beterbangan. Sudah dapat dipastikan bahwa burung
akan terbang bersama burung-burung lainnya yang sejenis dan tidak pernah masuk dalam
kelompok burung lain.
Adanya daya tarik yang aneh (strange attractor) dalam
sebuah sistem sosial akan menjadi daya tarik bagi mereka yang memang pada
prinsipnya mempunyai kualitas yang sama dengan daya tarik itu. Semakin banyak
orang tertarik dan berkumpul dalam kerumunan sistem itu, maka akan membentuk
sebuah pola dengan ciri khas perilakunya. Sebuah organisasi yang korup, akan
menarik orang-orang yang tidak jujur karena tertarik oleh daya magnet perilaku
korup. Begitu pula organisasi yang baik bisa menjadi magnet yang dapat menarik
orang-orang baik untuk berkumpul bersama melakukan kebajikan. Namun mungkin
saja dalam suatu kerumunan baik akan terdapat beberapa orang yang tidak baik,
begitu pula sebaliknya, karena disebut teori chaos atau teori kekacauan.
Biasanya orang-orang yang baik dalam kerumunan jahat
suatu saat akan terlempar dari sistem sosial yang ada sekarang karena mereka
tidak tahan hidup di tengah–tengah kerumunan orang yang pola tingkahlakunya
bertentangan dengan hati nuraninya. Begitu pula orang-orang tidak baik berada
dalam kerumunan orang baik suatu saat akan terlempar keluar.
Orang-orang yang baik terlempar dari kerumunan buruk adalah mereka yang mempunyai lentera hati nurani yang terang benderang sehingga dapat menjadi strange attractor baru yang dapat menarik orang yang berkepribadian sama. Selanjutnya dapat mengubah sistem sosial yang ada menjadi pola baru yang positif. Begitu pula, para pendidik yang mempunyai nurani yang kuat, akan tidak tahan berada dalam sebuah birokrasi pendidikan yang buruk, sehingga akan terlempar dari sistem tersebut, dan berani untuk memulai suatu yang berbeda dan mau mengadakan “perubahan” siapa tahu para pendidik yang menyadari fungsinya sebagai “pendidik, membangun citra positif anak” akan berkumpul bersama bahu membahu membentuk karakter anak didiknya.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, pendidik anak usia dini dalam melaksanakan tugasnya senantiasa mengedepankan kode etik “menanam kebaikan tanpa pamrih mencintai anak”, dengan asah, asih, dan asuh, mendidik dan mengasuh dengan kasih sayang semata karena amanah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Orang-orang yang baik terlempar dari kerumunan buruk adalah mereka yang mempunyai lentera hati nurani yang terang benderang sehingga dapat menjadi strange attractor baru yang dapat menarik orang yang berkepribadian sama. Selanjutnya dapat mengubah sistem sosial yang ada menjadi pola baru yang positif. Begitu pula, para pendidik yang mempunyai nurani yang kuat, akan tidak tahan berada dalam sebuah birokrasi pendidikan yang buruk, sehingga akan terlempar dari sistem tersebut, dan berani untuk memulai suatu yang berbeda dan mau mengadakan “perubahan” siapa tahu para pendidik yang menyadari fungsinya sebagai “pendidik, membangun citra positif anak” akan berkumpul bersama bahu membahu membentuk karakter anak didiknya.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, pendidik anak usia dini dalam melaksanakan tugasnya senantiasa mengedepankan kode etik “menanam kebaikan tanpa pamrih mencintai anak”, dengan asah, asih, dan asuh, mendidik dan mengasuh dengan kasih sayang semata karena amanah Tuhan Yang Maha Kuasa.
2.
Membangun Citra Diri Positif Anak
Banyak perilaku guru yang dapat membunuh karakter anak,
yaitu dengan membuat anak merasa rendah diri. Seorang guru yang tidak pernah
memberi pujian atau kata-kata positif, kecuali cemoohan dan kata-kata negatif
akan memuat muridnya menjadi tidak percaya diri. Rasa tidak percaya diri yang
telah terbentuk sejak anak usia dini akan terbawa sampai dewasa.
Peran guru dalam membangun citra diri yang positif pada anak sangat besar, sehingga sebuah sekolah dasar di Medford Massachusetts yang bernama Dame School, membuat kebijakan untuk membangun citra diri positif kepada murid-muridnya.
Peran guru dalam membangun citra diri yang positif pada anak sangat besar, sehingga sebuah sekolah dasar di Medford Massachusetts yang bernama Dame School, membuat kebijakan untuk membangun citra diri positif kepada murid-muridnya.
Kisah Dame School, menyatakan bahwa seluruh murid
sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 3, tidak boleh diberikan nilai angka
atau huruf di rapornya, tetapi hanya berupa uraian consisten dan not consisten,
berbeda dengan di Indonesia rapor anak diisi dengan angka, bahkan diberi
peringkat atau ranking. Menurut mereka, kalau seorang anak usia di bawah 9
tahun diberikan nilai (baik dan buruk), maka akan “memvonis” anak; pintar,
sedang dan bodoh. Padahal anak-anak pada usia itu masih terus berkembang
kemampuannya. Baru nanti ketika anak sudah kelas empat SD, ilai mulai diberikan,
tetapi ranking tetap tidak diberikan.
Hasil Kerja harian murid-murid cukup diberikan “nilai”
dengan gambar stiker (bintang, bunga atau mobil ) atau dengan tulisan gurunya
yang berbunyi : good dan good effort. Ternyata dengan cara ini, anak-anak
bersemangat untuk mengerjakan tugasnya dengan baik, karena setelah
selesai guru akan menempelkan stiker di lembaran bukunya. Dalam memeriksa hasil kerja, guru tidak mencoretr hasil kerja anak yang salah, tetapi dengan membetulkannya dengan cara menuliskan jawaban yang benar di samping hasil kerja anak yang salah.
selesai guru akan menempelkan stiker di lembaran bukunya. Dalam memeriksa hasil kerja, guru tidak mencoretr hasil kerja anak yang salah, tetapi dengan membetulkannya dengan cara menuliskan jawaban yang benar di samping hasil kerja anak yang salah.
Murid-murid didorong untuk aktif berdiskusi, dan guru
selalu memberi komentar positif kepada setiap pendapat yang dilontarkan kepada
anak. Dengan carta ini murid-murid menjadi bersemangat un tuk tetap masuk
sekolah. Bahkan anak bertekad untuk tetap masuk sekolah walaupun suhu badannya
panas tinggi.
Di Dame school, waktu libur panjang adalah waktu yang
membosankan, tetapi waktu sekolah adalah waktu yang menyenangkan. Anak-anak
begitu mencintasi sekolahnya, karena gurunya telah berhasil menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan yang membuat anak-anak antusias untuk belajar. Kalau
anak senang hatinya, maka bagian limbik otaknya akan terbuka, sehingga anak
dengan mudah menyerap pelajaran yang diberikan.
Keadaan belajar di Dame School terasa berbeda dengan
keadaan belajar di Indonesia. Guru di Indonesia cenderung jarang memberikan
pujian kepada anak, tetapi lebih banyak mengkritik dan memarahi anak. Hal ini
menjadi salah satu faktor yang sering menjadi penyebab seorang anak tidak
percaya diri adalah ketika di kelas ia tidak dapat menjawab pertanyaan atau
ketika maju ke depan papan tulis untuk menyelesaikan soal yang diberikan guru.
Banyak guru yang bersikap negatif ketika mendapatkan muridnya tidak dapat menjawab
pertanyaan, misalnya dengan perkataan : “itu salah, kamu
pasti tidak belajar ya?“ atau “lihat anak-anak, betul tidak jawaban Rika?”.
Seharusnya reaksi guru adalah “jawabannya belum lengkap, mungkin ada jawaban
yang lain?” atau “jalannya sudah hampir benar, tetapi coba kamu ulangi lagi,
mungkin ada jawaban yang kamu lupakan” atau “Ana, nanti kamu duduk sama Shella
dan kamu berdua dapat memecahkan soal itu ?”
Sering guru mempermalukan anak di depan kelas, memarahi
atau bahkan menghukumnya. Kita semua pasti pernah melihat atau mempunyai
pengalaman tentang sikap guru yang seperti itu. Sekali anak dipermalukan, ia
kan takut, gemetaran ketika harus menjawa pertanyaan guru, sehingga ia menjadi
tidak percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya di depan kelas. Sejak anak
kecil juga sudah divonis dengan diberikan ranking atau dengan istilah “mendapat
ranking sepuluh besar” atau “tidak masuk ranking.”\Sikap guru yang demikian, memang bukan hanya kesalahan
guru saja, tetapi adalah kesalahan sebuah sistem pendidikan yang orientasinya
hanya semata-mata mengejar keberhasilan akademik, yaitu sistem mengejar target
kurikulum dengan segenap tes harian, ulangan umum, ujian akhir. Padahal untuk
anak usia dini, yang terpenting ditanamkan adalah sikap agar anak-anak cinta belajar.
Bukan semata-mata harus bisa karena kalau “harus” bisa, suasana belajar menjadi
penuh beban, sehingga otak limbik anak tertutup, akhirnya anak tidak dapat
mencapai potensi optimalnya.
Di dalam ilustrasi ini, dikandung bahwa seorang guru
perlu menampilkan etika membangun citra positif anak melalui perilaku-perilaku
: santun, tulus, mencintai anak, memberikan pujian dan menciptakan kesenangan
anak dengan melabel atau memberi cap negatif anak.
3.
Guru sebagai Model/Tokoh Idola Anak
Seorang filosof Yunani, Aesop, menulis didalam
dongengnya sebuah kisah yang menarik, yakni seekor kepiting. Ceritanya sebagai
berikut :
Suatu hari seekor kepiting bertanya kepada anaknya
“mengapa kamu berjalan menyamping seperti itu anakku? Seharusnya kamu berjalan
lurus kedepan “ Anak kepiting menjawab “ tunjukkkan bagaiman dulu carannya bu…,
nanti aku akanmenirunya. Kepiting tua berusaha mencontohkan bagaimana berjalan
lurus, tetapi tidak berhasil.
Kisah diatas menggambarkan betapa seringnya kita
sebagai pendidik mengkritik dan menyalahi perilaku anak kita. Padahal perilaku
adalah hasil dari proses sosialisasi dan pendidikan yang diberikan dari
lingkungannya, terutama dari orang tua atau pendidik. Seseorang telah
menceritakan tentang pengalamannya dengan seorang guru, yang bernama
Muhayaidden, bahwa ia telah meminta nasehat bagaimana mendidik anaknya agar
menjadi anak yang baik dan beraklak mulia. Sang guru tidak memberikan jawaban
yang panjang dan berteori, tetapi hanya dengan “perbaiki saja diri kamu dulu, nanti dengan sendirinya anak kamu
akan menjadi baik “.Thomas Lickona mengatakan bahwa “values are caught“,
nilai-nilai yang ditangkap anak adalah melalui contoh dari guru dan orang
tuanya. Nilai-nilai adalah yang diterangkan langsung oleh gurunya.
Menjadi pendidik PAUD tidak cukup hanya berbekal
kurikulum atau Acuan Pembelajaran Menu Generik, tetapi juga menyangkut
bagaimana guru sebagai pendidik menjadi idola bagi muridnya. Bagaiman ciri-ciri
guru yang menjadi idola murid-muridnya, antara lain sebagai berikut:
a)
anak bersemangat kesekolah, anak-anak
tidak sabar bersekolah dan hari-hari libur menjadi hari yang membosankan
b)
anak akan mengatakan sayang atau suka
kepada gurunya kalau ditanyakan apakah mereka menyayangi gurunya,
c)
anak selalu merindukan gurunya dan
d)
anak akan mengerjakan tugas yang
diberikan, karena tidak ingin mengecewakan gurunya.
Pengalaman seorang guru bernama Bill Rose, seperti
diungkapkan diatas adalah salah satu bukti bagaimana seorang guru yang berusaha
menumbuhkan rasa percaya diri murid-muridnya dengan penuh perhatian dan kasih
sayang (etika kepribadian) sehingga membuat murid-muridnya mau bekerja keras
untuk menyenangi gurunya.
Inti dari pesan dalam sub bab ini adalah bagaimana
ampuhnya sosok panutan orangtua atau guru dalam mempengaruhi perilaku anak.
Apabila kita ingin menjadikan diri sebagai tokoh
panutan, maka diri kita sendiri harus diperbaiki dulu.
4.
Mendidik dengan Mencelupkan Diri
Seorang pendidik yang berhasil adalah yang dapat
mencelupkan dirinya secara menyeluruh, pikiran, dan perasaan, dapat membangun personal
dengan murid-muridnya, mempunyai kemampuan komunikasi secara efektif, mampu
mengelola emosi dengan baik, mampu menghidupkan suasana yang menarik dan
menyenangkan agar anak senang berjalan/bermain.
Mencelupkan diri secara total memang memerlukan sikap dan dedikasi dan kecintaan terhadap profesi yang sedang dijalani. Seorang guru yang dapat mencelupkan dirinya pada profesinya sebagai guru adalah seorang yang dapat berkontemplasi (merenungkan) perasaan, pikiran dan perilakunya secara rutin agar dapat melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Seorang guru bukan berarti harus sempurna, tetapi diharapkan untuk memperbaiki dan mengontrol terus tindakannya agar tetap dijadikan model konkrit bagi murid-muridnya.
Mencelupkan diri secara total memang memerlukan sikap dan dedikasi dan kecintaan terhadap profesi yang sedang dijalani. Seorang guru yang dapat mencelupkan dirinya pada profesinya sebagai guru adalah seorang yang dapat berkontemplasi (merenungkan) perasaan, pikiran dan perilakunya secara rutin agar dapat melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Seorang guru bukan berarti harus sempurna, tetapi diharapkan untuk memperbaiki dan mengontrol terus tindakannya agar tetap dijadikan model konkrit bagi murid-muridnya.
Seringkali orang tidak mau menerima atau mengakui bahwa
dirinya masih banyak kekurangan. Merasa dirinya sudah benar, tidak mungkin
salah dan tidak ingin dikritik dan disalahkan. Menurut Carl G. Jung, setiap
manusia mempunyai sisi gelap, kalau kita tidak menerima keberadaan sisi gelap
tersebut, maka sifat-sifat gelap akan menjadi kekuatan yang suatu saat akan
keluar dan terlihat oleh orang lain, walaupun diri kita tidak menyadarinya.
Inilah yang menyebabkan banyak manusia yang
tidak konsisten antara kata dan tindakannya.
Guru yang demikian tidak dapat menjadi model bagi
murid-muridnya, bahkan malah bisa menjadi berbahaya, karena kalau
murid-muridnya menilai guru seringkali berkata moral, tetapi tidak dalam
tindakan. Akibat negatif lain dari penolakan sisi gelap adalah ingin memarahi
orang lain yang dianggap bersalah. Murid-murid biasanya akan menjadi tumpahan
kemarahan guru, yang sebenarnya adalah kemarahan kepada sifat yang ada dalam
diri guru sendiri, guru yang sering menyalahkan murid-murid, tidak akan menjadi
pendidik yang efektif.
Oleh karena itu, seorang guru sebagai pendidik anak
usia dini hendaknya terus merenung untuk melihat kekurangan dan mengevaluasi
diri dan berusaha untuk terus menerus memperbaiki segala kekurangan demi
membentuk citra diri guru yang positif.
Guru PAUD sebisa mungkin dapat menghidupkan suasana
sehingga membuat anak tertarik untuk belajar Citra diri
guru dapat dimaksudkan sebagai gambaran tentang diri pribadi guru yang
diberikan appresiasi oleh masyarakat. Penilaian yang diberikan oleh masyarakat
terhadap guru bisa positif atau negatif tergantung kepada kepribadian maupun
karakter yang muncul sebagai wujud profesi guru secara utuh. Citra Diri Positif
(positive self-image) dapat membangun dan mempermudah karir seseorang, karena
dia memandang positif kepada kemampuan diri, melihat kelebihan diri, bukan
kekurangannya. Dengan berpikir positif pada diri, membuat dirinya berharga.
Seseorang yang memiliki citra diri yang positif akan mendapatkan berbagai
manfaat, baik yang berdampak positif bagi dirinya sendiri maupun untuk orang-orang
di sekitarnya. Manfaat-manfaat yang terasakan oleh si empunya citra diri
positif dan lingkungannya tersebut adalah :
1)
Guru akan membawa Perubahan Positif Guru
yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk
menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat ia berkarya. Mereka tidak
akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka akan melakukan
perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Perubahan positif tidak
hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh lingkungannya.
2)
Mengubah Krisis Menjadi Keberuntungan
Selain membawa perubahan positif, guru yang memiliki citra positif juga mampu
mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih
keberuntungan. Citra diri yang positif mendorong guru untuk menjadi pemenang
dalam segala hal. Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan,
kegagalan, kesulitan dan hambatan sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian
mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut,
melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar. Seringkali kita memandang
pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada
pintu-pintu kesempatan lain yang terbuka untuk kita.
”Tanamlah pemikiran, kau akan menuai
tindakan”
”Tanamlah tindakan, kau akan menuai
kebiasaan”
”Tanamlah kebiasaan, kau akan menuai
watak”
”Tanamlah watak, kau akan menuai
cita-cita”
(Bernard Shaw)
B. Rangkuman Materi
Etika sebagai ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan
bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat, yang dapat memahami apa yang
baik dan yang buruk. Etika akan membantu kita untuk mencari orientasi.
Tujuannya agar kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan. Dengan memperhatikan
manfaat etika, seorang pendidik di manapun, dalam situasi apapun keberadaannya
tetaplah sebagai pembimbing, pembina perilaku, dan sekaligus model berperilaku
manusia beretika karena ini bagian dari tanggung jawab sebagai pendidik. Etika
dapat membentuk karakter yang merupakan ketergabungan dari adanya kesadaran
moral, perasaan moral, dan tindakan moral.
Karakter dapat menunjukkan diri kita sebenarnya dan
menentukan sikap, perkataan, dan tindakan. Guru yang memiliki kemampuan
membangun citra diri dan karakter positif akan sukses dar mudah membangun
karier. la selalu melihat kelebihan diri, bukan kekurangan. Guru mampu membuat
dirinya berharga di mata orang lain. Contohnya antara lain citra kejujuran,
kesabaran, ketegasan, kedisiplinan dan wibawa merupakan citra positi yang
disukai siapapun. Di dalam membangun citra diri ini dibutuhkan kemauan dan
keseriusan dan memang tidak mudah, sering tidak akan terlihat langsung hasilnya
karena citra diri merupakan produk pembelajaran dari orangtua, pengasuh yang
memberikan kontribusi terbesar pada citra diri kita.
C. Evaluasi Soal Latihan
1.
Jawablah pertanyaan di bawah ini
Aturan atau kaidah dari
perilaku dan tindakan manusia adalah pengertian dari
a.
Etika
b.
Moral
c.
Nilai
d.
Norma
2.
Berikut merupakan hal mendasar mengapa manusia
harus beretika, kecuali
a.
Kita hidup dalam masyarakat yang majemuk
b.
Hidup dalam masa transformasi masyarakat
yang lambat
c.
Kita hidup menghadapi ideologi-ideologi
baru dengan kritis dan obyektif untuk membentuk penilaian
d.
Kita hidup beragama untuk memantapkan
keyakina
3.
Menjunjung tinggi martabat profesi
sebagai pendidik adalah tujuan dari …
a.
Etika pendidik
b.
Kode etik pendidik
c.
Norma pendidik
d.
Karakter pendidik
4.
Menciptakan suasana sekolah sebaiknya
yang menunjang berhasilnya proses pembelajaran merupakan butir-butir …
a.
Kode etik guru
b.
Etika guru
c.
Fungsi guru
d.
Tugas guru
5.
Salah satu sikap guru atau pendidik PAUD
yang positif adalah …
a.
Menggunakan kekerasan sebagai teknik
disiplin
b.
Mengabaikan perbedaan peserta didik
c.
Memahami karakteristik tiap peserta
didik
d.
Kurang melibatkan siswa
6.
Menurut Aristoteles, karakter yang baik
merupakan …
a.
berbuat benar dalam hubungan dengan
orang lain, terhadap diri sendiri, dan bertanggung jawab
b.
perbuatan yang benar dalam hidup,
berbuat benar dalam hubungan dengan orang lain, dan berbuat benar terhadap diri
sendiri
c.
bertingkah laku yang benar dalam hidup
dan bersikap baik terhadap sesame
d.
menghargai orang lain dan berkata benar
kepada orang lain
7.
Karakter sangat berperan dalam
menentukan … … seseoran
a.
Sikap, perkataan, dan tindakan
b.
Sikap, perasaan, dan tindakan
c.
Sikap, perkataan, dan keimanan
d.
Perkataan, motivasi, dan tindakan
8.
Kecakapan khusus yang didukung oleh
kesadaran moral, perasaan moral, dan tindakan moral merupakan salah satu
definisi dari …
a.
Etika
b.
Etos
c.
Karakter
d.
Kepribadian
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru
atau pendidik PAUD memiliki peran sangat besar dalam menjalankan peran mereka
selama proses pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan bagi para peserta didik.
Ketiga hal ini membuat para pendidik PAUD harus bekerja ekstra dibandingkan
pendidik di tingkatan pendidikan lainnya. Mereka juga menjadi model atas sikap
positif bagi peserta didiknya. Oleh sebab itu merupakan kewajiban bagi para
pendidik PAUD untuk dapat memiliki etika dan karakter yang menunjang mereka
untuk menjalankan tugasnya serta berinteraksi baik dengan anak sebagai peserta
didik, rekan sejawat, orang tua, serta lingkungan masyarakat yang dapat
mendukung proses belajar. Semoga modul ini dapat memberikan pengetahuan yang
bermanfaat bagi para pendidik PAUD sehingga nantinya menjadi pendidik PAUD yang
berkualitas demi mencetak generasi penerus bangsa yang cemerlang, baik secara
kognitif, afektif, dan psikomotor.
=======================================================================
DAFTAR PUSTAKA
Diaz, Carlos F. et al. Touch
The Future Teach!. USA : Pearson Education, 2006
Gea, Antonius Atosokhi, Antonina Panca Yuni Wulandari, Yohanes Babari. Relasi dengan Diri Sendiri. Jakarta : Elex Media Komputindo, 2002.
Idris, H. Zahara & H. Lisma Jamal. Pengantar Pendidikan 1. Jakarta : Grasindo, 1992
Gea, Antonius Atosokhi, Antonina Panca Yuni Wulandari, Yohanes Babari. Relasi dengan Diri Sendiri. Jakarta : Elex Media Komputindo, 2002.
Idris, H. Zahara & H. Lisma Jamal. Pengantar Pendidikan 1. Jakarta : Grasindo, 1992
Ronnie M., Dani. Seni
Mengajar dengan Hati. Jakarta : Elex Media Komputindo, 2005
Tim Penyusun Naskah PLPG
PGSD FIP UNJ. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Sekolah Dasar. Jakarta
: Universitas Negeri Jakarta, 2011.
Yunus, Firdaus M. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial. Yogyakarta : Logung Pustaka, 2004.
Yunus, Firdaus M. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial. Yogyakarta : Logung Pustaka, 2004.
========================================================================
Untuk Demonya diatas barang kali untuk downloadnya di SINI
=============================================
0 comments: